Rabu, 14 Desember 2016

ASKEP OMA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Otitis Media Akut adalah suatu infeksi pada telinga tengah yang disebabkan karena masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah. Otitis media akut (OMA) dapat terjadi karena beberapa faktor penyebab, seperti sumbatan tuba eustachius (merupakan penyebab utama dari kejadian otitis media yang menyebabkan pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba eustachius terganggu), ISPA (infeksi saluran pernafasan atas), dan bakteri (Streptococcus peumoniae,Haemophylus influenza,Moraxellacatarrhalis,danbakteri piogenik lainseperti Streptococcus hemolyticus, Staphylococcus aureus, E. coli,Pneumococcus vulgaris).
Di Amerika Serikat, diperkirakan bahwa sekitar 9,3 juta anak-anak mengalami serangan OMA pada 2 tahun pertama kehidupannya (Berman, 2006). Menurut Teele (2009) dalam Commisso et al. (2011), 33% anak akan mengalami sekurang-kurangnya satu episode OMA pada usia 3 tahun pertama. Terdapat 70% anak usia kurang dari 15 tahun pernah mengalami satu episode OMA (Bluestone, 2006). Faktanya, ditemukan bahwa otitis media menjadi penyebab 22,7% anak-anak pada usia dibawah 1 tahun dan 40% anak-anak pada usia 4 sampai dengan 5 tahun yang datang berkunjung ke dokter anak. Selain itu, sekitar sepertiga kunjungan ke dokter didiagnosa sebagai OMA dan sekitar 75% kunjungan balik ke dokter adalah untuk follow-up penyakit otitis media tersebut (Teele et al., 2011). Menurut Casselbrant (2009) dalam Titisari (2005), menunjukkan bahwa 19% hingga 62% anak-anak mengalami sekurang-kurangnya satu episode OMA dalam tahun pertama kehidupannya dan sekitar 50-84% anak-anak mengalami paling sedikit satu episode OMA ketika ia mencapai usia 3 tahun. Di Amerika Serikat, insidens OMA tertinggi dicapai pada usia 0 sampai dengan 2 tahun, diikuti dengan anak-anak pada usia 5 tahun.(Smeltzer, 2009).

1.2  Rumusan Masalah
1.2.1        Apa definisi dari Otitis Media Akut?
1.2.2        Apa sajakah etiologi dari Otitis Media Akut?
1.2.3        Bagaimanakah patofisiologi dari Otitis Media Akut?
1.2.4        Bagaimana manifestasi klinis dari Otitis Media Akut?
1.2.5        Bagaimana pemeriksaan penunjang dan diagnostik dari Otitis Media Akut?
1.2.6        Bagaimanakah penatalaksanaan dari Otitis Media Akut?
1.2.7        Apa sajakah klasifikasi dari Otitis Media Akut?
1.2.8        Apa saja komplikasi dari Otitis Media Akut?
1.2.9        Bagaimana asuhan keperawatan dari Otitis Media Akut?

1.3  Tujuan Penulisan
1.3.1        Mampu memahami definisi dari Otitis Media Akut.
1.3.2        Mampu memahami etiologi dari Otitis Media Akut.
1.3.3        Mampu memahami patofisiologi dari Otitis Media Akut.
1.3.4        Mampu memahami manifestasi klinis dari Otitis Media Akut.
1.3.5        Mampu memahami pemeriksaan penunjang dan diagnostik dari Otitis Media Akut.
1.3.6        Mampu memahami penatalaksanaan dari Otitis Media Akut.
1.3.7        Mampu memahami klasifikasi dari Otitis Media Akut.
1.3.8        Mampu memahami komplikasi dari Otitis Media Akut.
1.3.9        Mampu memahami asuhan keperawatan dari Otitis Media Akut.












BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Definisi
Otitis Media Akut adalah suatu infeksi pada telinga tengah yang disebabkan karena masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah (Smeltzer, 2001). Otitis media akut adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri pada ruang udara pada tulang temporal (CMDT, edisi 3 , 2004 ). Otitis media akut adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah dan terjadi dalam waktu kurang dari 3 minggu (Kapita selekta kedokteran, 1999). Otitis media akut adalah proses infeksi yang ditentukan oleh adanya cairan di telinga atau gangguan dengar, serta gejala penyerta lainnaya tergantung berat ringannya penyakit, antara lain demam, iritabilitas, letargi, anoreksia, vomiting, bulging hingga perforasi membran timpani yang dapat diikuti dengan drainase purulen. Otitis media akut bisa terjadi pada semua usia, tetapi paling sering ditemukan pada anak-anak terutama 3 bulan-3 tahun.
2.2  Etiologi
a. Bakteri
Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut penelitian, 65-75% kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya melalui isolasi bakteri terhadap kultur cairan atau efusi telinga tengah. Kasus lain tergolong sebagai nonpatogenik karena tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Tiga jenis bakteri penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus pneumoniae (40%), diikuti oleh Haemophilus influenzae (25-30%) dan Moraxella catarhalis (10-15%). Kira-kira 5% kasus dijumpai patogen-patogen yang lain seperti Streptococcus pyogenes (group A betahemolytic), Staphylococcus aureus, dan organisme gram negatif. Staphylococcus aureusdan organisme gram negatif banyak ditemukan pada anak dan neonatus yang menjalani rawat inap di rumah sakit. Haemophilus influenzae sering dijumpai pada anak balita.Jenis  mikroorganisme yang dijumpai pada  orang dewasa  juga sama dengan  yang dijumpai pada anak-anak.
b.  Virus
Virus juga merupakan penyebab OMA.  Virus dapat dijumpai tersendiri  atau bersamaan dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yangpaling sering dijumpai pada anak-anak, yaitu  respiratory syncytial virus  (RSV), influenza virus, atau  adenovirus (sebanyak 30-40%). Kira-kira 10-15% dijumpai parainfluenza virus, rhinovirus  atau enterovirus.  Virus akan membawa dampak buruk terhadap fungsi  tuba  Eustachius, menganggu fungsi imun lokal, meningkatkan adhesi bakteri, menurunkan efisiensi obat antimikroba dengan menganggu mekanisme farmakokinetiknya. Dengan menggunakan teknik polymerase chain reaction  (PCR) dan  virus specific enzyme-linked immunoabsorbent assay (ELISA), virus-virus dapat diisolasi dari cairan telinga tengah pada anak yang menderita OMA pada 75% kasus.
2.3 Manifestasi Klinis
Gejala klinik otitis media supuratif akut (OMA) tergantung dari stadium penyakit dan umur penderita. Biasanya gejala awal berupa sakit telinga yang berat dan menetap. Bisa terjadi gangguan pendengaran yang bersifat sementara. Gejala stadium supurasi berupa demam tinggi dan suhu tubuh menurun pada stadium perforasi. Gejala klinik otitis media supuratif akut (OMA) berdasarkan umur penderita, yaitu : Gejalanya : demam tinggi bisa sampai 39ºC• Bayi dan anak kecil  (khas), sulit tidur, tiba-tiba menjerit saat tidur, mencret, kejang-kejang, dan kadang-kadang memegang telinga yang sakit. Gejalanya : biasanya rasa nyeri dalam telinga, suhu tubuh tinggi, dan riwayat batuk pilek.• Anak yang sudah bisa bicara Gejalanya : rasa nyeri dan• Anak lebih besar dan orang dewasa  gangguan pendengaran (rasa penuh dan pendengaran berkurang), mual, muntah, diare dan demam sampai 40.5ºC.
2.4 Patofisiologi
Patofisiologi OMA dimulai saat kuman masuk ke dalam tubuh melalui hidung atau mulut sehingga terjadi infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) atau alergi, sehingga terjadi kongesti dan edema pada mukosa saluran napas atas, termasuk nasofaring dan tuba Eustachius. Tuba Eustachius menjadi sempit, sehingga terjadi sumbatan tekanan negatif pada telinga tengah. Bila keadaan demikian berlangsung lama akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau bakteri dari nasofaring ke dalam telinga tengah melalui tuba Eustachius. Mukosa telinga tengah bergantung pada tuba Eustachius untuk mengatur proses ventilasi yang berkelanjutan dari nasofaring. Jika terjadi gangguan akibat obstruksi tuba, akan mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan terjadi efusi cairan ke dalam telinga tengah. Ini merupakan faktor pencetus terjadinya OMA dan otitis media dengan efusi. Bila tuba Eustachius tersumbat, drainase telinga tengah terganggu, mengalami infeksi serta terjadi akumulasi sekret di telinga tengah, kemudian terjadi proliferasi mikroba patogen pada sekret. Akibat dari infeksi virus saluran pernapasan atas, sitokin dan mediator-mediator inflamasi yang dilepaskan akan menyebabkan disfungsi tuba Eustachius. Virus respiratori juga dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri, sehingga menganggu pertahanan imum pasien terhadap infeksi bakteri. Jika sekret dan pus bertambah banyak dari proses inflamasi lokal, perndengaran dapat terganggu karena membran timpani dan tulang-tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap getaran. Akumulasi cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat merobek membran timpani akibat tekanannya yang meninggi. Obstruksi tuba Eustachius  dapat terjadi secara intraluminal dan ekstraluminal. Faktor intraluminal adalah seperti akibat ISPA, dimana proses inflamasi terjadi, lalu timbul edema pada mukosa tuba serta akumulasi sekret di telinga tengah. Selain itu, sebagian besar pasien dengan otitis media dihubungkan dengan riwayat fungsi abnormal dari tuba  Eustachius, sehingga mekanisme pembukaan tuba terganggu. Faktor ekstraluminal seperti tumor, dan hipertrofi adenoid.
2.5 PATHWAY
Infeksi sekunder (ISPA) bakteri                                                   Trauma benda asing
Streptococcus, Haemophylus influenza                                                         
                                                                                                   Ruptur gendang telinga
                                                           
                                                                       
Invasi bakteri
                                                                       
                                                            Otitis media
                                                                       
Tekanan udara pada                        respon inflamasi              terjadi proses peradangan Telinga tengah (-)                         
 


Retraksi membrane timpani      Peningkatan suhu tubuh            MK: Gangguan rasa nyaman nyeri   
hantaran suara atau                            
udara yang diterima                            MK: Hipertermi
     menurun                            
 


MK: Gangguan sensori
pendengaran

2.6. STADIUM OMA
OMA dalam perjalanan penyakitnya dibagi menjadi lima stadium, bergantung pada perubahan pada mukosa telinga tengah, yaitu stadium oklusi tuba Eustachius, stadium hiperemis atau stadium pre-supurasi, stadium supurasi, stadium perforasi dan stadium resolusi.
1.  Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif di dalam telinga tengah, dengan adanya absorpsi udara. Retraksi membran timpani terjadi dan posisi malleusmenjadi lebih horizontal, refleks cahaya juga berkurang. Edema yang terjadi pada tuba Eustachius juga menyebabkannya tersumbat. Selain retraksi, membran timpani kadangkadang tetap normal dan tidak ada kelainan, atau hanya berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sulit dibedakan dengan tanda dari otitis media serosa yang disebabkan oleh virus dan alergi. Tidak terjadi demam pada stadium ini.
2.  Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasi
Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran timpani, yang ditandai oleh membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa dan adanya sekret eksudat serosa yang sulit terlihat. Hiperemis disebabkan oleh oklusi  tuba yang berpanjangan sehingga terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik. Proses inflamasi berlaku di telinga tengah dan membran timpani menjadi kongesti. Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri yang menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh dan demam.  Pendengaran mungkin masih normal atau terjadi gangguan ringan, tergantung dari cepatnya proses hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat tekanan udara yang meningkat di kavum timpani. Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam sampai dengan satu hari.
3.  Stadium Supurasi
Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau bernanah di telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema pada mukosa telinga tengah menjadi makin hebat dan sel epitel superfisial terhancur. Terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani menyebabkan membran timpani menonjol atau bulgingke arah liang telinga luar. Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan tidak dapat tidur nyenyak. Dapat disertai dengan gangguan pendengaran konduktif. Pada bayi demam tinggi dapat disertai muntah dan kejang. Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan iskemia membran timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa dan submukosa membran timpani. Terjadi penumpukan nanah yang terus berlangsung di kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena kecil, sehingga tekanan kapiler membran timpani meningkat, lalu menimbulkan nekrosis. Daerah nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot. Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan miringotomi. Bedah kecil ini kita lakukan dengan menjalankan insisi pada membran timpani sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka insisi pada membran timpani akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, lubang tempat perforasi lebih sulit menutup kembali. Membran timpani mungkin tidak menutup kembali jikanya tidak utuh lagi.
4.  Stadium Perforasi
Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut). Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan tingginya virulensi kuman. Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih tenang, suhu tubuh menurun dan dapat tertidur nyenyak.Jika mebran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih satu setengah sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut otitis media supuratif kronik
5.  Stadium Resolusi
Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan berkurangnya dan berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur normal hingga perforasi membran timpani menutup kembali dan sekret purulen akan berkurang dan akhirnya kering. Pendengaran kembali normal. Stadium ini berlangsung walaupun tanpa pengobatan, jika  membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi kuman rendah. Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani menetap, dengan sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang timbul.Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani tanpa mengalami perforasi membran timpani.

2.7  Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik
1.   Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar
2.  Timpanogram untuk mengukur keseuaian dan kekakuan membrane timpani
3.  Kultur dan uji sensitifitas ; dilakukan bila dilakukan timpanosentesis (Aspirasi jarum dari telinga tengah melalui membrane timpani).
4.  Otoskopi pneumatik (pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat gendang telinga yang dilengkapi dengan udara kecil). Untuk menilai respon gendang telinga terhadap perubahan tekanan udara.

2.8  Penatalaksanaan
Terapi OMA tergantung pada stadiumnya. Pada stadium oklusi, tujuan terapi dikhususkan untuk membuka kembali tuba eustachius. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik untuk anak <12 thn dan HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk anak yang berumur >12 thn atau dewasa.. selain itu, sumber infeksi juga harus diobati dengan memberikan antibiotik.
Pada stadium presupurasi, diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan analgesik. Bila membran timpani sudah hiperemi difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Antibiotik yang diberikan ialah penisilin atau eritromisin. Jika terdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavunalat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin IM agar konsentrasinya adekuat di dalam darah. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Pada anak diberikan ampisilin 4x50-100 mg/KgBB, amoksisilin 4x40 mg/KgBB/hari, atau eritromisin 4x40 mg/kgBB/hari.
Pengobatan stadium supurasi selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk dilakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh. Selain itu, analgesik juga perlu diberikan agar nyeri dapat berkurang.
Pada stadium perforasi, diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu.
Stadium resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir keluar. Pada keadaan ini dapat dilanjutkan antibiotik sampai 3 minggu, namun bila masih keluar sekret diduga telah terjadi mastoiditis.

2.9  Klasifikasi
Ada 5 stadium OMA berdasarkan pada perubahan mukosa telinga tengah, yaitu:
1. Stadium Oklusi Stadium ini ditandai dengan gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan negatif telinga tengah. Membran timpani kadang tampak normal atau berwarna suram.
2. Stadium Hiperemis Pada stadium ini tampak pembuluh darah yang melebar di sebagian atau seluruh membran timpani, membran timpani tampak hiperemis disertai edem.
3. Stadium Supurasi Stadium ini ditandai edem yang hebat telinga tengah disertai hancurnya sel epitel superfisial serta terbentuknya eksudat purulen di kavum timpani sehingga membran timpani tampak menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.
4. Stadium Perforasi Pada stadium ini terjadi ruptur membran timpani sehingga nanah keluar dari telinga tengah ke liang telinga.
5. Stadium Resolusi Pada stadium ini membran timpani berangsur normal, perforasi membran timpani kembali menutup dan sekret purulen tidak ada lagi. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan

2.10        Komplikasi
Meskipun kondisi ini jarang menyebabkan komplikasi, tapi jika memang terjadi, komplikasi bisa sangat berbahaya dan harus mendapatkan pengobatan dengan antibiotik secepatnya di rumah sakit. Berikut ini beberapa komplikasi yang mungkin terjadi akibat otitis media.
§  Labirinitis. Penyebaran infeksi ke telinga bagian dalam.
§  Mastoiditis. Penyebaran infeksi ke tulang di belakang telinga.
§  Meningitis. Penyebaran infeksi hingga selaput pelindung otak dan saraf tulang belakang atau meninges.
Tanda-tanda terjadinya komplikasi:
§  sakit kepala
§  tuli yang terjadi secara mendadak
§  vertigo (perasaan berputar)
§  demam dan menggigil.

2.11        Asuhan Keperawatan Teoritis
I.                   PENGKAJIAN
Riwayat Klien
a.       Identitas Pasien
b.      Riwayat adanya kelainan nyeri
c.       Riwayat infeksi saluran nafas atas yang berulang
d.      Riwayat alergi.
e.       OMA berkurang.
Riwayat Kesehatan
Adakah baru-baru ini infeksi pernafasan atas ataukah sebelumnya klien mengalami ISPA, ada nyeri daerah telinga, perasaan penuh atau tertekan di dalam telinga, perubahan pendengaran.
Pengkajian Sistem
1)      Pengkajian Fisik
a.       Nyeri telinga.
b.      Perasaan penuh dan penurunan pendengaran.
c.       Suhu meningkat (suhu bisa mencapai 40C)
d.      Malaise.
e.       Nausea Vomiting.
f.       Vertigo.
g.      Ortore.
h.      Pemeriksaan dengan otoskop tentang stadium. Dengan otoskop tuba eustacius bengkak, merah, suram.

2)      Pengkajian Psikososial
a.       Nyeri otore berpengaruh pada interaksi.
b.      Aktifitas terbatas.
c.       Takut menghadapi tindakan pembedahan.

3)      Pemeriksaan Diagnostik
a.       Tes Audiometri : AC menurun
b.      X ray : terhadap kondisi patologi
Misal : Cholesteatoma, kekaburan mastoid.

4)      Pemeriksaan pendengaran
a.       Tes suara bisikan
b.      Tes garputala

II.                DIAGNOSA
1.      Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan proses peradangan pada telinga tengah
2.      Perubahan persepsi/sensori berhubungan dengan obstruksi, infeksi di telinga tengah atau kerusakan di saraf pendengaran.
III.             INTERVENSI
1.      Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan proses peradangan pada telinga tengah
Tujuan            : Penurunan rasa nyeri
Intervensi       :
a.       Alihkan perhatian pasien dengan menggunakan teknik-teknik relaksasi : distraksi, imajinasi terbimbing, touching, dll.
b.      Kaji tingkat intensitas klien dan mekanisme koping klien.
c.       Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
d.      Beri informasi kepada klien dan keluarga tentang penyebab nyeri yang dirasa.


2.      Perubahan persepsi/sensori berhubungan dengan obstruksi, infeksi di telinga tengah atau kerusakan di saraf pendengaran.
Tujuan            : Memperbaiki komunikasi
Intervensi       :
a.       Memandang klien ketika berbicara
b.      Mengurangi kegaduhan pada lingkungan klien.
c.       Ajarkan klien untuk menggunakan dan merawat alat pendengaran secara tepat.
d.      Instruksikan klien untuk menggunakan teknik-teknik yang aman dalam perawatan telinga (seperti: saat membersihkan dengan menggunakan cutton bud  secara hati-hati, sementara waktu hindari berenang ataupun kejadian ISPA) sehingga dapat mencegah terjadinya ketulian lebih jauh.
e.       Observasi tanda-tanda awal kehilangan pendengaran yang lanjut.


2.12        Asuhan Keperawatan pada Klien
1.      Pengkajian
a.       Identitas
Nama                     : Tn. S
Jenis Kelamin        : Laki - laki
Usia:                      : 25 tahun

b.      Keluhan utama : 3 hari badan terasa hangat, nyeri pada telinga, pendengaran kurang.

c.       Data Penunjang
Hasil Pemeriksaan fisik :
-          TD       : 130/90 mmHg
-          Nadi    :112 x/m
-          Suhu    : 38C
-          Udem pada mukosa telinga
-          Membran timpani menjadi bulging
-          Membran timpani terlihat lembek dan berwarna kuning

d.      Pemeriksaan Penunjang
-          Otoskop
-          Timpanogram
-          Kultur
-          Uji Sensitifitas
e.       Penatalaksanaan
-          Pemberian antibiotik dan HO
f.       Analisa Masalah
Data
Etiologi
Masalah Keperawatan
Ds:- klien mengatakan bahwa pendengarannya berkurang


Do : -  Membran timpani menjadi bulging kearah luar
-Membran timpani terlihat lembek dan berwarna kuning
penurunan pendengaran
Gangguan persepsi/sensori (pendengaran )
Ds :
 -Clien mengeluh nyeri

Do:
- Udem pada mukosa
telinga
- Membran timpani   menjadi bulging ke arah luar

Respon Inflamasi
Gangguan rasa nyaman : Nyeri
Ds :
-Klien mengeluh badan terasa hangat selama 3 hari

Do :
-Suhu : 30C
-Nadi 112 x/m (Takikardi)
Respon Inflamasi
Hipertermia

2.      Diagnosa Keperawatan
1.      Gangguan persepsi/sensori (pendengaran ) b.d penurunan pendengaran
2.      Nyeri b.d udem pada mukosatelinga dan membran timpani menjadi bulging
3.      Hipertermi b.d Proses Inflamasi

3.      Intervensi
No
Diagnosa Keperawatan
Kriteria Hasil
Intervensi
1.
Gangguan persepsi/sensori (pendengaran ) b.d penurunan pendengaran
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1x24 jam maka kriteria hasil : Gangguan persepsi/ sensori berkurang atau hilang
 - Kaji ketajaman pendengaran pasien
-Ingatkan klien bahwa vertigo dan nausea dapat terjadi setelah radikal mastoidectomi.
-Berikan tindakan pengamanan.
 -  Perhatikan droping wajah unilateral atau mati rasa
-  Anjurkan kepada keluarga/ orang terdekat klien untuk tinggal bersama klien dan memenuhi program terapi

2.
Nyeri b.d udem pada mukosa telinga dan membran timpani menjadi bulging

Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1x24 jam maka kriteria hasil yang diharapkan :  
- Klien mampu mengontol nyeri
- Mengatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

-Ajarkan tentang teknik non farmokologi
-Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
-Tingkatkan istirahat
3
Hipertermi b.d Proses Inflamasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1x24 jam maka kriteria hasil yang diharapkan :  
- Suhu tubuh dalam rentang normal
- Nadi dan RR dalam rentang normal
- Tidak ada perubahan warna kulit
- Tidak ada pusing
- Monitor suhu sesering mungkin
- Monitor warna  suhu kulit dan nadi
- Berikan antipiretik sesuai indikasi
- Berikan pengobatan untuk mengatasi demam
- Kompres lipatan paha dan aksila
- Tingkatkan sirkulasi udara
- Kolaborasi pemberian IV












BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Otitis Media Akut (OMA) merupakan suatu infeksi pada telinga tengah yang disebabkan karena masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah. Penyebab utama dari OMA adalah tersumbatnya saluran/tuba eustachius yang bisa disebabkan oleh proses peradangan akibat infeksi bakteri yang masuk ke dalam tuba eustachius tersebut, kejadian ISPA yang berulang pada anak juga dapat menjadi faktor penyebab terjadinya OMA pada anak.
Stadium OMA dapat terbagi menjadi lima stadium, antara lain Stadium Hiperemi, Oklusi, Supurasi, Koalesen, dan Stadium Resolusi. Dimana manifestasi dari OMA juga tergantung pada letak stadium yang dialami oleh klien. Terapi dari OMA juga berdasar pada stadium yang dialami klien. Dari perjalanan penyakit OMA, dapat muncul beberapa masalah keperawatan yang dialami oleh klien, antara lain gangguan rasa nyaman (nyeri), perubahan sensori persepsi pendengaran, dan kecemasan.












DAFTAR PUSTAKA
Brunner & suddarth.2002. keperawatan medical bedah. Vol.3. Ed 8 : Jakarta : EGC

Doengoes, Marilyn E.2000. Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien.ed 3. Jakarta : EGC

Ludman, Harold, MB, FRCS, Petunjuk Penting pada Penyakit THT, Jakarta, Hipokrates, 1996


Mansjoer,Arief,dkk.1999.Kapita Selekta Kedokteran,Edisi 3: Jakarta, Mediaacs culapiu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar