Rabu, 14 Desember 2016

makalah kasus tonsilitis

BAB I
PENDAHULUAN
 1.1    Latar belakang
            Tonsilitis atau yang lebih sering dikenal dengan amandel adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus didalamnya, bagian organ tubuh yang berbentuk bulat lonjong melekat pada kanan dan kiri tenggorok. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil palatina, dan tonsil faringeal yang membentuk lingkaran yang disebut cincin waldeyer.
Tonsil adalah salah satu jaringan limfoid pada tubuh manusia selain kelenjar limfe, limpa, timus, adenoid, apendiks (usus buntu), agregat jaringan limfoid di lapisan dalam saluran pencernaan yang disebut bercak Peyer atau gut associated lymphoid tissue (GALT), dan sum-sum tulang. Jaringan limfoid mengacu secara kolektif pada jaringan yang menyimpan, menghasilkan, atau mengolah limfosit. Limfosit yang menempati tonsil berada di tempat yang strategis untuk menghalang mikroba-mikroba yang masuk melalui inhalasi atau dari mulut (Sherwood, 2001).
            Tonsilitis sendiri adalah inflamasi pada tonsila palatine yang disebabkan oleh infeki virus atau bakteri. Saat bakteri dan virus masuk ke dalam hidung atau mulut. Tonsil berfungsi sebagai filter / penyaring yang menyelimuti biota yang berbahaya tersebut dengan sel-sel darah putih. Tetapi bila tonsil sudah tidak dapat menahan infeksi dari bakteri atau virus tersebut maka akan timbul tonsilitis. Dalam beberapa kasus ditemukan 3 macam tonsillitis, yaitu tonsillitis akut, tonsilitis membranosa, dan tonsilitis kronis. Oleh karena itu penting bagi perawat untuk mempelajari patofisiologi dari tonsilitis, manifestasi klinis, prosedur diagnostik dan asuhan keperawatan yang komprehensif pada klien tonsilitis beserta keluarganya.




1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah :
1.      Bagaimana konsep teori penyakit Tonsilitis?
2.      Bagaimana asuhan keperawatan klien dengan penyakit Tonsilitis?

1.3  TUJUAN PENULISAN
1.3.1        Tujuan Umum
Adapun tujuan umumnya adalah untuk memenuhi tugas blok Sistem Persepsi Sensori pada kasus tutorial II untuk memberi pengetahuan kepada mahasiswa mengenai penyakit Tonsilitis.
1.3.1    Tujuan Khusus
1.      Mahasiswa mampu memahami mengenai penyakit Tonsilitis.
2.      Mahasiswa mampu memahami patofisiologi dan woc penyakit Tonsilitis.
3.      Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan klien dengan penyakit Tonsilitis.

1.4   MANFAAT PENULISAN
Penulis berharap dari adanya penulisan makalah ini dapat memberikan manfaat kebanyak pihak diantaranya :
1.      Bagi penulis, memberikan gambaran mengenai penyakit Tonsilitis secara umum maupun terperinci.
2.      Bagi mahasiswa, dapat dimanfaatkan dan digunnakan oleh teman-teman sebagai bahan referensi terkait Penyakit Tonsilitis.
3.      Pihak umum, sebagai bahan bacaan dan sebagai sumber informasi mengenai Penyakit Tonsilitis.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
 2.1. Pengertian             
            Tonsilitis adalah suatu penyakit yang tidak bisa  sembuh sendiri berlangsung sekitar lima hari dengan disertai disfagia dan demam (megantara, imam, 2006).Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh bakteri streptococcus beta hemolyticus, viridons streptococcus dan streptokokus pygenes, juga dapat disebabkan oleh virus (mansjoer, a. 2000). 
            Tonsilitis adalah radang yang disebabkan oleh infeksi bakteri kelompok a streptokokus beta hemolitik (hembing, 2004). Tonsilitis adalah suatu peradangan pada hasil temuan tonsil (amandel), yang sangat sering ditemukan, terutama pada anak-anak ( firman sriyono, 2006, 2006).  Tonsilitis adalah inflamasi dari tonsil yang disebabkan oleh infeksi ( harnawatiaj , 2006).
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Tonsilitis adalah suatu peradangan pada tonsil yang disebabkan oleh infeksi bakteri kelompok Streptococcus beta hemolitik, Streptococcus viridons dan Streptococcus pyrogenes namun disebabkan juga oleh bakteri jenis lain atau oleh infeksi virus. Tonsilitis biasanya sering dialami anak-anak yang disertai demam dan nyeri pada tenggorokan.
2.2.  Klasifikasi
Macam-macam tonsillitis  menurut (soepardi, effiaty arsyad, dkk, 2007) yaitu:
1.      Tonsilitis akut
Tonsilitis dimana gejalanya demam yang disertai rasa nyeri tenggorok. Hemofilus influenzae merupakan penyebab tonsilitis akut supuratif. Jika terjadi infeksi virus coxschakie , maka pada pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka-luka kecil pada palatum dan tonsil yang sangat nyeri dirasakan pasien.

2.      Tonsilitis bakterial
Radang akut tonsil dapat disebabkan oleh bakteri grup α streptokokus, β hemolitikus yang dikenal sebagai radang tenggorokan, pneumokokus, streptokokus viridan, streptokokus piogenes. Infiltrasi bakteri pada lapisan tebal kulit epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. 
3.      Tonsilitis membranosa
A.    Difteri tonsilitis
Tonsilitis diferi merupakan tonsilitis yang disebabkan kuman coryne bakteri diphteriae .tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak-anak berusia kurang dari 10 tahunan frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun.
B.     Tonsilitis septik
Tonsilitis yang disebabkan karena streptokokus hemolitikus yang terdapat pada susu sapi. Tonsilitis yang disebabkan karena bakteri spirochaeta atau triponema yang didapatkan pada penderita dengan higiene mulut yang kurang dan defisiensi vitamin c.
4.       Penyakit kelainan darah
Tidak jarang tanda leukemia akut, angina agranulositosis dan infeksi mononukleosis timbul di faring atau tonsil yang tertutup membran semu. Gejala pertama sering berupa epistaksis, perdarahan di mukosa mulut, gusi dan di bawah kulit sehingga kulit tampak bercak kebiruan.



5.      Tonsilis kronik
Tonsilitis kronik timbul karena rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, hygiene  mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.
6.      Tonsilitis falikulari
Amandel membengkak dan hiperemis, permukaannya diliputi eksudat diliputi bercak putih yang mengisi kipti tonsil yang disebut detritus. Detritus terdapat leukosit, epitel yang terlepas akibat peradangan dan sisa-sisa makanan yang tersangkut.
7.      Tonsilitis lakunaris
Bila bercak yang berdekatan bersatu dan mengisi kekosongan (lekuk-lekuk) tonsil permukaan.
2.3. Anatomi fisiologi
            Amandel terbentuk oval dengan panjang 2-5cm, masing - masing mempunyai tonsil 10-30 kriptus yang meluas ke jaringan tonsil. Amandel tidak mengisi seluruh fosa tonsil, daerah adalah kosong di atasnya dikenal sebagai fosa supratonsilaris. Bagian luar tonsil terikat longgar pada mushulus kontriktor faring superior, sehingga tertekan setiap kali makan.
            Walaupun tonsil terletak di orofaring karena perkembangan yang berlebih tonsil dapat meluas kearah nasofaring sehingga dapat menimbulkan insufiensi velofaring atau obstruksi hidung, walau jarang di temukan. Arah, perkembangan tonsil tersering adalah kearah hipofaring, sehingga sering menyebabkan terganggunya saat tidur karena gangguan pada jalan nafas. Beroperasi mikroskopik mengandung 2 utama unsur:
1.      Jaringan ikat / trabekula sebagai rangka penunjang pembuluh darah saraf.
2.      Jaringan interfolikuler
Tonsil (amandel) dan adenoid merupakan jaringan limfoid yang terdapat pada daerah adalah faring atau tenggorokan. Keduanya sudah ada sejak dilahirkan dan mulai berfungsi sebagai bagian dari sistem imunitas tubuh "warisan" dari ibu mulai menghilang dari tubuh. Amandel dan adenoid merupakan organ imunitas utama. Sistem imunitas ada 2 macam yaitu imunitas seluler dan humoral. Imunitas seluler bekerja dengan membuat sel (limfoid t) yang dapat membasmi bakteri virus serta membunuhnya. Sedangkan imunitas humoral bekerja karena adanya sel (limfoid β) yang dapat menghasilkan zat immunoglobulin yang dapat membunuh bakteri dan virus. Bakteri yang "dimakan" oleh imunitas seluler tonsil dan adenoid terkadang tidak mati dan tetap bersarang disana serta menyebabklan infeksi amandel yang kronis dan berulang (tonsilitis kronis). Infeksi yang berulang akan menyebabkan tonsil dan adenoid bekerja terus dengan memproduksi sel-sel imun yang banyak sehingga ukuran tonsil dan adenoid akan membesar dengan cepat melebihi ukuran yang normal. Amandel dan adenoid yang demikian sering dikenal sebagai amandel yang can be menjadi sumber infeksi (fokal infeksi).
                    

                       
2.4. Etiologi
Penyebab utama tonsilitis adalah kuman golongan streptokokus (streptokus α streptokokus ß hemolycitus, viridians dan pyogeneses), penyebab yang lain yaitu infeksi virus influenza, serta herpes (nanda, 2008). Etiologi menurut Mansjoer (2001) etiologi tonslitis adalah :
             a. Streptokokus Beta Hemolitikus
Streptokokus beta hemolitikus adalah bakteri gram positif yang dapat berkembang biak ditenggorokan yang sehat dan bisa menyebabkan infeksi saluran nafas akut.
             b. Streptokokus Pyogenesis
Streptokokus pyogenesis adalah bakteri gram positif bentuk bundar yang tumbuh dalam rantai panjang dan menyebabkan infeksi streptokokus group A. Streptokokus Pyogenesis adalah penyebab banyak penyakit penting pada manusia berkisar dari infeksi khasnya bermula ditenggorakan dan kulit.
              c. Streptokokus Viridans
Streptokokus viridans adalah kelompok besar bakteri streptokokus komensal yang baik a-hemolitik, menghasilkan warna hijau pekat agar darah. Viridans memiliki kemampuan yang unik sintesis dekstran dari glukosa yang memungkinkan mereka mematuhi agregat fibrin-platelet dikatup jantung yang rusak.
              d. Virus Influenza
Virus influenza adalah virus RNA dari famili Orthomyxo viridae (virus influenza). Virus ini ditularkan dengan medium udara melalui bersin pada manusia gejala umum yang terjadi yaitu demam, sakit tenggorokan, sakit kepala, hidung tersumbat. Dalam kasus yang buruk influenza juga dapat menyebabkan terjadinya pneumonia.
2.5. Patofisiologi
            Bakteri  ataupun virus memasuki tubuh hidung atau mulut. Amandel atau tonsil berperan sebagai filter, menyelimuti biota yang berbahaya tersebut. Hal ini akan memicu tubuh untuk membentuk antibodi terhadap infeksi yang akan datang akan tetapi kadang-kadang amandel sudah kelelahan menahan infeksi atau virus.
            Kuman menginfiltrasi lapisan tebal kulit epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsilitis akut dengan detritus disebut tonsillitis falikularis, bila bercak detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi tonsilitis lakunaris. Tonsilitis dimulai dengan gejala sakit tenggorokan ringan hingga menjadi parah. Pasien hanya mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga berhenti makan. Tonsilitis dapat  menyebabkan kesukaran menelan, panas, bengkak, dan kelenjar getah bening melemah didalam daerah adalah sub mandibuler, sakit pada sendi dan otot, kedinginan, seluruh tubuh sakit, sakit kepala dan biasanya sakit pada telinga. Sekresi yang berlebih membuat pasien mengeluh sukar menelan, belakang tenggorokan akan terasa ada mengental.
Bila bercak melebar hingga terbentuk membran semu (pseudomembran), sedangkan pada tonsilitis kronik terjadi karena proses radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan terkikis limfoid. Sehingga pada proses penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan akan mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus, proses meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlengketan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses infeksi disertai dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula.





2.6. Manifestasi klinik
A.    Gejala tonsilitis akut: gejala tonsilitis akut biasanya disertai rasa gatal / kering ditenggorokan, lesu, sendi nyeri, anoreksia, suara serak, tonsil membangkak, dimulai dengan sakit tenggorokan yang ringan hingga parah, sakit menekan terkadang muntah. Pada tonsillitis dapat mengakibatkan kekambuhan sakit tenggorokan dan keluar nanah pada lekukan tonsil.
B.     Gambaran tonsilitis kronis: nyeri telan, bahkan dapat menginfeksi telinga bagian tengah, misal proses berjalannya kronis, tingkat rendahnya yang pada akhirnya menyebabkan ketulian permanen (baughman, 2002).

2.7. Pemeriksaan  diagnostik 
     1.    Tes laboratorium
Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan apakah bakteri yang ada dalam tubuh pasien merupkan akteri gru A, karena grup ini disertai dengan demam renmatik, glomerulnefritis, dan demam jengkering.
2.      Pemeriksaan usap tenggorok
Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan sebelum memberikan pengobatan, terutama bila keadaan memungkinkan. Dengan pemeriksaan ini kita dapat mengetahui kuman penyebabkan dan obat yang masih sensitive terhadapnya.
3.      Kultur dan uji resistensi bila diperlukan.







2.8. Komplikasi
Faringitis merupakan komplikasi tonsilitis yang paling banyak didapat. Demam rematik, nefritis timbul apabila penyebab tonsilitisnya adalah kuman streptokokus.
Komplikasi yang lain dapat berupa:
1.Abses pertonsil
Terjadi diatas tonsil jaringan pilar anterior dan palatum mole, abses terjadi beberapa hari infeksi akut dan biasanya disebabkan kelompok oleh streptokokus a (soepardi, effiaty arsyad, dkk. 2007).
2.Otitis media akut
Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius (eustochi) dan dapat mengakibatkan otitis media yang mengarah pada ruptur spontan gendang telinga (soepardi, effiaty arsyad, dkk. 2007).
3.Mastoiditis akut
Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan infeksi ke sel-sel mastoid (soepardi, effiaty arsyad, dkk. 2007).
4.Laringitis
Merupakan proses peradangan dari membran mukosa yang membentuk laring. Peradangan mungkin akut atau kronis yang disebabkan oleh virus, bakteri, lingkungan, maupun karena alergi (reeves, roux, lockhart, 2001).
5.Radang dalam selaput lendir
Merupakan suatu penyakit inflamasi atau peradangan pada satu atau lebih dari sinus paranasal. Sinus adalah merupakan suatu rongga atau ruangan berisi udara dari dinding yang terdiri dari membran mukosa (reeves, roux, lockhart, 2001).
6.Rhinitis
Merupakan penyakit inflamasi membran mukosa dari cavum nasal dan nasofaring (reeves, roux, lockhart, 2001).




 2.9. Penatalaksanaan
Pada penderita tonsilitis, harus diperhatikan pernafasan dan status nutrisinya. Jika perbesaran tonsil menutupi jalan nafas, maka perlu dilakukan tonsilektomi, demikian juga jika pembesaran tonsil menyebabkan kesulitan menelan dan nyeri saat menelan, menyebabkan penurunan nafsu makan / anoreksia. Pada penderita tonsilitis yang tidak memerlukan tindakan operatif (tonsilektomi), kebersihan mulut dilakukan untuk menghindari perluasan infeksi, sedangkan untuk mengubahnya dapat diberikan antibiotik, obat kumur dan vitamin c dan b.
            Pemantauan pada penderita pasca tonsilektomi diperlukan karena resiko komplikasi hemorage. Posisi yang memucat memberikan kenyamanan adalah kepala dipalingkan kesamping untuk memungkinkan drainase dari mulut dan faring untuk mencegah aspirasi. Jalan nafas mulut tidak dilepaskan sampai pasien menunjukkan reflek menelanya harus pulih.
            Jika pasien memuntahkan banyak darah dengan warna yang berubah atau berwarna merah terang pada interval yang sering, atau bila frekuensi nadi dan pernafasan meningkat dan pasien gelisah, segera beritahu dokter bedah. Perawat harus mempunyai alat yang disiapkan untuk memeriksa perdarahan, sumber cahaya, cermin, kasa, nemostat lengkung. Jika perlu dilakukan operasi, maka pasien dibawa ke ruang operasi, dilakukan anastesi untuk menjahit pembuluh yang berdarah. Jika tidak terjadi perdarahan berlanjut beri pasien udara dan kompres es. Pasien diinstruksikan untuk menghindari banyak bicara dan batuk karena akan menyebabkan nyeri tengkorak.
2.10. Indikasi tindakan tonsilaktomi
Indikasi absolut:
1.      Tonsil (amandel) yang besar hingga mengakibatkan gangguan pernafasan, nyeri telan yang berat, gangguan tidur atau sudah terjadi komplikasi penyakit-penyakit kardiopulmonal.
2.      Abses peritonsiler (peritonsillar abscess) yang tidak menunjukkan perbaikan dengan pengobatan. Dan pembesaran tonsil yang mengakibatkan gangguan pertumbuhan wajah atau mulut yang terdokumentasi oleh dokter gigi bedah mulut.
3.      Tonsillitis yang mengakibatkan kejang demam.
4.      Tonsil yang diperkirakan memerlukan biopsi jaringan untuk menentukan gambaran patologis jaringan.
Indikasi relatif:
1.                  Jika mengalami tonsilitis 3 kali atau lebih dalam satu tahun dan tidak menunjukkan respon sesuai harapan dengan pengobatan medikamentosa yang memadai.
2.                  Bau mulut atau bau nafas tak sedap yang menetap pada tonsilitis kronis yang tidak menunjukkan perbaikan dengan pengobatan.
3.                  Tonsilitis kronis atau tonsilitis berulang yang diduga sebagai carrier kuman streptokokus yang tidak menunjukkan repon positif terhadap pengobatan dengan antibiotika.
4.                  Pembesaran tonsil di salah satu sisi (unilateral) yang dicurigai berhubungan dengan keganasan (neoplastik).

2.11. Kontraindikasi
Ada beberapa keadaan yang merupakan kontraindikasi melakukan pembedahan tonsil karena bila dikerjakan dapat terjadi komplikasi pada penderita, bahkan mengancam kematian. Keadaan tersebut adalah kelainan hematologik, kelainan alergi-imunologik dan infeksi akut. Kontraindikasi pada kelainan hematologik adalah anemi, gangguan pada sistem hemostasis dan lekemi. Pada kelainan alergi-imunologik seperti penyakit alergi pada saluran pernapasan, sebaiknya tidak dilakukan tonsilektomi bila pengobatan kurang dari 6 bulan kecuali bila terdapat gejala sumbatan karena pembesaran tonsil. Pembedahan tonsil sebagai pencetus serangan asthma pernah dilaporkan. Tonsilektomi juga tidak dikerjakan apabila terdapat infeksi akut lokal, kecuali bila disertai sumbatan jalan napas atas. Tonsilektomi sebaiknya baru dilakukan setelah minimal 2­3 minggu bebas dari infeksi akut. Di samping itu tonsilektomi juga tidak dilakukan pada penyakit-penyakit sistemik yang tidak terkontrol seperti diabetes atau penyakit jantung pulmonal.

2.12. Pemeriksaan                                   
Dari pemeriksaan dapat ditemukan :
 1. Tonsil dapat membesar bervariasi. Kadang-kadang tonsil dapat bertemu di tengah.Standart untuk pemeriksaan tonsil berdasarkan pemeriksaan fisik diagnostik diklasifikasikan berdasarkan ratio tonsil terhadap orofaring (dari medial ke lateral) yang diukur antara pilar anterior kanan dan kiri. T0: Tonsil terletak pada fosa tonsil, T1: 25%50%75% (Brodsky, 2006). Sedangkan menurut Thane dan Cody menbagi pembesaran tonsil atas T1: batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai ¼ jarak pilar anterior uvula. T2: batas medial tonsil melewati ¼ jarak pilar anterior-uvula sampai ½ jarak pilar anterior-uvula. T3: batas medial tonsil melewati ½ jarak pilar anterior-uvula sampai ¾ jarak pilar anterior-uvula. T4: batas medial tonsil melewati ¾ jarak pilar anterior-uvula sampai uvula atau lebih (Cody, 1993). Penelitian yang dilakukan di Denizli Turkey dari 1.784 anak sekolah usia Universitas Sumatera Utara 4-17 tahun didapatkan data ukuran tonsil terbanyak yakni T1: (62%), T2: 507 (28,4%),T3:58(3.3%).
2. Dapat terlihat butiran pus kekuningan pada permukaan medial tonsil (Dhingra, 2008)
3. Bila dilakukan penekanan pada plika anterior dapat keluar pus atau material menyerupai keju(Dhingra,2008).
 4. Warna kemerahan pada plika anterior bila dibanding dengan mukosa faring, merupakan tanda penting untuk menegakkan infeksi kronis pada tonsil (Dhingra, 2008). Dari hasil penelitian yang melihat hubungan antara tanda klinis dengan hasil pemeriksaan histopatologis dilaporkan bahwa tanda klinis pada Tonsilitis Kronis yang sering muncul adalah kripta yang melebar, pembesaran kelenjar limfe submandibula dan tonsil yang mengalami perlengketan. Tanda klinis tidak harus ada seluruhnya, minimal ada kripta yang melebar dan pembesaran kelenjar limfe submandibula (Primara, 1999). Disebutkan dalam penelitian lain bahwa adanya keluhan rasa tidak nyaman di tenggorokan, kurangnya nafsu makan, berat badan yang menurun, palpitasi mungkin dapat muncul. Bila keluhan-keluhan ini disertai dengan adanya hiperemi pada plika anterior, pelebaran kripta tonsil dengan atau tanpa debris dan pembesaran kelenjar limfe jugulodigastrik maka diagnosa Tonsilitis Kronis dapat ditegakkan (Dass, 1988). Untuk menegakkan diagnosa penyakit Tonsilitis Kronis terutama didapatkan berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik diagnostik yang didapatkan dari penderita (Kurien, 2000).

 2.13. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita Tonsilitis Kronis:
1. Mikrobiologi Penatalaksanaan dengan antimikroba sering gagal untuk mengeradikasi kuman patogen dan mencegah kekambuhan infeksi pada tonsil. Kegagalan mengeradikasi organisme patogen disebabkan ketidaksesuaian pemberian antibiotika atau penetrasi antibiotika yang inadekuat (Hammouda et al, 2009). Gold standard pemeriksaan tonsil adalah kultur dari dalam tonsil. Berdasarkan penelitian Kurien di India terhadap 40 penderita Tonsilitis Kronis yang dilakukan tonsilektomi, didapatkan kesimpulan bahwa kultur yang dilakukan dengan swab permukaan tonsil untuk menentukan diagnosis yang akurat terhadap flora bakteri Tonsilitis Kronis tidak dapat dipercaya dan juga valid. Kuman terbayak yang ditemukan yaitu Streptokokus beta hemolitikus diukuti Staflokokus aureus ( Kurien, 2000).
 2. Histopatologi Penelitian yang dilakukan Ugras dan Kutluhan tahun 2008 di Turkey terhadap 480 spesimen tonsil, menunjukkan bahwa diagnosa Tonsilitis Kronis dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi dengan tiga kriteria histopatologi yaitu ditemukan ringan- sedang infiltrasi limfosit, adanya Ugra’s abses dan infitrasi limfosit yang difus. Kombinasi ketiga hal tersebut ditambah temuan histopatologi lainnya dapat dengan jelas menegakkan diagnosa Tonsilitis Kronis (Ugras, 2008).








BAB III
 TINJAUAN KASUS
3.1. Kasus
Anak A. Umur 10 tahun dibawa oleh ibunya kerumah sakit umum raden mattaher jambi dengan keluhan demam sudah 2 hari yg lalu, nyeri dan sulit waktu menelan, sakit pada tenggorokkan dan tidak mau makan. Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik oleh perawat, TD: 120/80mmhg, suhu 39°c, terlihat bengkak submandibula dan eksudasi, mulut berbau, malaise, T2<50%, Leukosit 14500/mm3, hemoglobin 10 gram/dl.
3.2. Laporan Tutor
Step 1
1. Apa pengertian Eksudasi ?
2. Apa itu Malaise ?
3. Apa pengertian Submandibula ?
4. Apa itu T2<5%
Jawab
1. -Cairan akibat proses inflamasi
    -Cairan yg cepat melalui dinding pembuluh darah, terdiri dari : serum, sel yg rusak, dll.
2. -Keadaan/perasaan kurang sehat
    -Perasaan tidak nyamaan/tidak sehat (kelemahan)
3. Sepasang kelenjar yg terletak di rahang bawah di atas otot digatrik
4. Diiodotironin yang jumlahnya kurang dari 5%, diioditironin merupakan hormon tiroid.
Step 2
1. Apakah ada keterkaitan antara bengkak submandibula dengan T2<5%?
2. Normal dari T2?
3. Penyakit apa yg di derita pasien pada kasus tersebut?
4. Masalah Keperawatan apa yg bisa di angkat?
Step 3
2. Normal T2 yg dikeluarkan sebanyak 5%
3. Tonsilitis
4. –Nyeri
    -Gangguan nutrisi
    -Gangguan menelan
    -Perubahan suhu tubuh

ASUHAN KEPERAWATAN TONSILITIS
I. PENGKAJIAN
                      1.Identitas klien
Nama : An. A
Umur :10 tahun
Jenis kelamin: -
Penangguang jawab : Ibu
                      2.Riwayat kesehatan
Keluhan utama : klien mengatakan demam 2 hari yang lalu nyeri dan sulit waktu menelan.
Riwayat kesehatan sekarang : sakit pada tenggorokan,rasa gatal dan kering pada tenggorokan    dan tidak mau makan.
Riwayat Kesehatan Masa lalu : (-) tidak terkaji
 Riwayat Kesehatan Keluarga : (-) tidak terkaji
3. Pemeriksaan fisik/penujang
ü  Pemeriksaan TTV saat ini
a. TD :  120/80 mmhg
b. Suhu:39 oC
ü  Mulut : mulut bau
ü  Leher   :pembengkakan submandibula,tenggorokan gatal dan kering.
ü  Malaise
ü  Eksudat
ü  T2<50%
ü  Pemeriksaan Laboratorium
a. Leukosit :14500/mm3  (4800 – 10800/uL)
b. Hemoglobin :10gram/dl (14.0 – 18.0g/dL)

Analisa Data
Data
Etiologi
Masalah keperawatan
Ds :
-  Klien mengeluh Demam sudah 2 hari yang lalu
Do :
-  Suhu Tubuh 39o C
-  TD :  120/80 mmhg
-  Leukosit :14500/mm3  
-  Hemoglobin :10gram/dl
Proses inflamasi
Hipertermi
Ds : klien mengeluh
-  nyeri dan sulit waktu menelan
-  sakit pada tenggorokkan
-  rasa gatal dan kering ditenggorok
-  tidak mau makan
Do :
-  terlihat bengkak submandibula dan eksudasi
-  malaise

Nyeri pembengkakan pada tonsil
Gangguan menelan

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.    Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
2.    Gangguan menelan berhubungan dengan nyeri pembengkakan pada tonsil




III. INTERVENSI


No.
Diagnosa
Tujuan / KH
Intervensi
1
Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi

Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x12 jam suhu tubuh normal.

Kriteria Hasil :
-     Suhu tubuh normal ( 36,6 °C – 37,2°C)
-     Nadi dan RR dalam rentang normal
-     Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing.
Mandiri
·         Seka tubuh klien menggunakan air hangat  selama kurang lebih 10-15 menit, hindari penggunaan alcohol (pada lipatan paha dan aksila)
·         Kaji ketepatan jenis pakaian yang digunakan, sesuai dengan suhu lingkungan
·         Anjurkan klien untuk melaporkan nyeri atau pusing
·         Pantau hidrasi (misalnya : turgor kulit, kelembapan membrane mukosa)
·         Pantau suhu tubuh setiap 2 jam
·         Monitor kembali  TTV
·         Monitor sianosis perifer
Kolaborasi
-          Kolaborasi pemberian antipiretik misalnya ASA (aspirin) asetaminofon
-          Kolaborasi pemberian cairan intravena
2
Gangguan menelan berhubungan dengan nyeri pembengkakan pada tonsil
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, untuk pencegahan aspirasi, dan nyeri berkurang .

Kriteria Hasil :
Nyer     -    mempertahan makanan dalam mulut
             -    Kemampuan menelan adekuat
              -  Nafsu makan adekuat              - Tonsil klien kembali normal dan tidak kemerahan.
- nsnq
- nai
Mandiri
·         Memantau tingkat kesadaran, reflek batuk, reflek muntah, dan kemampuan menelan.
·         Monitor status paru, menjaga / mempertahankan jalan nafas
·         Posisi tegak 90° atau sejauh mungkin
·         Menyuapkan makanan dlm jumlah kecil.
·         Potong makanan menjadi potongan-potongan kecil
·         Berikan posisi yang nyaman
·         Jauhkan kepala tempat tidur ditinggikan 30° sampai 45°setelah makan
 Kolaborasi
-          pemberian analgetik dan antibiotik








BAB IV
 PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Tonsilitis adalah suatu penyakit yang tidak bisa  sembuh sendiri berlangsung sekitar lima hari dengan disertai disfagia dan demam (megantara, imam, 2006).Tonsilitis akut adalah radang aut yang disebabkan oleh bakteri streptococcus beta hemolyticus, viridons streptococcus dan streptokokus pygenes, juga dapat disebabkan oleh virus (mansjoer, a. 2000). 
            Tonsilitis adalah radang yang disebabkan oleh infeksi bakteri kelompok a streptokokus beta hemolitik (hembing, 2004). Tonsilitis adalah suatu peradangan pada hasil temuan tonsil (amandel), yang sangat sering ditemukan, terutama pada anak-anak ( firman sriyono, 2006, 2006).  Tonsilitis adalah inflamasi dari tonsil yang disebabkan oleh infeksi ( harnawatiaj , 2006).
4.2 Saran
Dengan mengetahui tanda dan gejala serta proses penyakit ini diharapkan tercapai asuhan keperawatan tanpa memperberat kondisi klinis pasien. Perawat diharapkan bisa memberikan informasi kepada pasien, sehingga pasien dapat mengetahui penyebab terjadinya TONSILITIS, sehingga resiko terjadinya TONSILITIS semakin kecil, menurunkan angka morbiditas, dan mortalitas. Perawat juga berperan sebagai jembatan informasi tentang edukasi pentingnya mengkonsumsi obat secara teratur untuk memperkecil pengulangan penyakit ini.











DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall .2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan . Jakarta : EGC
Mansjoer, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC

Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia . Edisi 2. Jakarta: EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar