BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Tonsilitis atau yang lebih sering dikenal
dengan amandel adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat
dengan kriptus didalamnya, bagian organ
tubuh yang
berbentuk bulat lonjong melekat pada kanan dan kiri tenggorok. Terdapat 3 macam tonsil yaitu
tonsil faringal (adenoid), tonsil palatina, dan tonsil faringeal yang membentuk lingkaran
yang disebut cincin waldeyer.
Tonsil
adalah salah satu jaringan limfoid pada tubuh manusia selain kelenjar limfe,
limpa, timus, adenoid, apendiks (usus buntu), agregat jaringan limfoid di
lapisan dalam saluran pencernaan yang disebut bercak Peyer atau gut associated
lymphoid tissue (GALT), dan sum-sum tulang. Jaringan limfoid mengacu secara kolektif
pada jaringan yang menyimpan, menghasilkan, atau mengolah limfosit. Limfosit
yang menempati tonsil berada di tempat yang strategis untuk menghalang
mikroba-mikroba yang masuk melalui inhalasi atau dari mulut (Sherwood, 2001).
Tonsilitis sendiri adalah
inflamasi pada tonsila palatine yang disebabkan oleh infeki virus atau bakteri. Saat bakteri dan virus masuk ke dalam hidung atau mulut. Tonsil berfungsi sebagai filter /
penyaring yang menyelimuti biota yang berbahaya tersebut dengan sel-sel darah putih. Tetapi bila tonsil sudah tidak dapat menahan infeksi dari bakteri
atau virus tersebut maka akan timbul tonsilitis. Dalam beberapa kasus ditemukan 3 macam
tonsillitis, yaitu tonsillitis akut, tonsilitis membranosa, dan tonsilitis kronis. Oleh karena itu penting bagi
perawat untuk mempelajari patofisiologi dari tonsilitis, manifestasi klinis, prosedur
diagnostik dan asuhan keperawatan yang komprehensif pada klien tonsilitis
beserta keluarganya.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar
belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah :
1.
Bagaimana konsep teori
penyakit Tonsilitis?
2.
Bagaimana asuhan keperawatan klien
dengan penyakit
Tonsilitis?
1.3 TUJUAN
PENULISAN
1.3.1
Tujuan Umum
Adapun tujuan umumnya
adalah untuk memenuhi tugas blok Sistem Persepsi
Sensori pada kasus tutorial II untuk memberi pengetahuan kepada
mahasiswa mengenai penyakit Tonsilitis.
1.3.1 Tujuan Khusus
1.
Mahasiswa mampu memahami mengenai penyakit
Tonsilitis.
2.
Mahasiswa mampu memahami patofisiologi
dan woc
penyakit Tonsilitis.
3.
Mahasiswa mampu memahami asuhan
keperawatan klien dengan penyakit Tonsilitis.
1.4 MANFAAT
PENULISAN
Penulis berharap dari
adanya penulisan makalah ini dapat memberikan manfaat kebanyak pihak
diantaranya :
1.
Bagi penulis, memberikan gambaran
mengenai penyakit Tonsilitis secara umum maupun
terperinci.
2.
Bagi mahasiswa, dapat dimanfaatkan dan
digunnakan oleh teman-teman sebagai bahan referensi terkait Penyakit
Tonsilitis.
3.
Pihak umum, sebagai bahan bacaan dan
sebagai sumber informasi mengenai Penyakit
Tonsilitis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian
Tonsilitis adalah suatu
penyakit yang tidak bisa sembuh sendiri berlangsung sekitar
lima hari dengan disertai disfagia dan demam (megantara, imam, 2006).Tonsilitis
akut adalah radang akut yang disebabkan oleh bakteri streptococcus beta
hemolyticus, viridons streptococcus dan streptokokus pygenes, juga dapat
disebabkan oleh virus (mansjoer, a. 2000).
Tonsilitis adalah radang yang
disebabkan oleh infeksi bakteri kelompok a streptokokus beta hemolitik
(hembing, 2004). Tonsilitis adalah suatu peradangan pada hasil temuan tonsil
(amandel), yang sangat sering ditemukan, terutama pada anak-anak ( firman sriyono, 2006, 2006). Tonsilitis adalah inflamasi dari tonsil yang disebabkan oleh
infeksi ( harnawatiaj , 2006).
Berdasarkan
definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Tonsilitis adalah suatu peradangan
pada tonsil yang disebabkan oleh infeksi bakteri kelompok Streptococcus beta
hemolitik, Streptococcus viridons dan Streptococcus pyrogenes namun disebabkan
juga oleh bakteri jenis lain atau oleh infeksi virus. Tonsilitis biasanya
sering dialami anak-anak yang disertai demam dan nyeri pada tenggorokan.
2.2. Klasifikasi
Macam-macam
tonsillitis menurut (soepardi, effiaty
arsyad, dkk, 2007) yaitu:
1. Tonsilitis akut
Tonsilitis dimana gejalanya demam yang disertai rasa nyeri
tenggorok. Hemofilus influenzae merupakan penyebab tonsilitis akut supuratif. Jika terjadi infeksi virus coxschakie , maka pada pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka-luka kecil
pada palatum dan tonsil yang sangat nyeri dirasakan pasien.
2. Tonsilitis bakterial
Radang akut tonsil dapat disebabkan oleh
bakteri
grup α streptokokus, β hemolitikus yang dikenal sebagai radang tenggorokan,
pneumokokus, streptokokus viridan, streptokokus piogenes. Infiltrasi bakteri pada lapisan
tebal kulit epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa
keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut
tonsilitis folikularis.
3. Tonsilitis membranosa
A. Difteri tonsilitis
Tonsilitis diferi merupakan
tonsilitis yang disebabkan kuman coryne bakteri diphteriae .tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak-anak berusia kurang
dari 10 tahunan frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun.
B. Tonsilitis septik
Tonsilitis yang disebabkan
karena streptokokus hemolitikus yang terdapat pada susu sapi. Tonsilitis yang disebabkan
karena bakteri spirochaeta atau triponema yang didapatkan pada penderita dengan higiene
mulut yang kurang dan defisiensi vitamin c.
4. Penyakit kelainan darah
Tidak jarang tanda leukemia
akut, angina agranulositosis dan infeksi mononukleosis timbul di faring atau
tonsil yang tertutup membran semu. Gejala pertama sering berupa epistaksis,
perdarahan di mukosa mulut, gusi dan di bawah kulit sehingga kulit tampak
bercak kebiruan.
5. Tonsilis kronik
Tonsilitis kronik timbul karena
rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan
pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.
6.
Tonsilitis falikulari
Amandel membengkak dan hiperemis,
permukaannya diliputi eksudat diliputi bercak putih yang mengisi kipti tonsil
yang disebut detritus. Detritus terdapat leukosit, epitel yang terlepas akibat peradangan dan
sisa-sisa makanan yang tersangkut.
7.
Tonsilitis lakunaris
Bila
bercak yang berdekatan bersatu dan mengisi kekosongan (lekuk-lekuk) tonsil
permukaan.
2.3.
Anatomi fisiologi
Amandel terbentuk oval dengan
panjang 2-5cm, masing - masing mempunyai tonsil 10-30 kriptus yang meluas ke jaringan tonsil. Amandel tidak mengisi seluruh
fosa tonsil, daerah adalah kosong di atasnya dikenal sebagai fosa
supratonsilaris. Bagian luar tonsil terikat
longgar pada mushulus kontriktor faring superior, sehingga tertekan setiap kali
makan.
Walaupun tonsil terletak di
orofaring karena perkembangan yang berlebih tonsil dapat meluas kearah nasofaring
sehingga dapat menimbulkan insufiensi
velofaring atau obstruksi hidung, walau jarang di temukan. Arah, perkembangan tonsil
tersering adalah kearah hipofaring, sehingga sering menyebabkan terganggunya
saat tidur karena gangguan pada jalan nafas. Beroperasi mikroskopik
mengandung 2 utama unsur:
1.
Jaringan ikat / trabekula sebagai rangka penunjang pembuluh darah
saraf.
2. Jaringan interfolikuler
Tonsil
(amandel) dan adenoid merupakan jaringan limfoid yang terdapat pada daerah
adalah faring atau tenggorokan. Keduanya sudah ada sejak dilahirkan dan mulai berfungsi
sebagai bagian dari sistem imunitas tubuh "warisan" dari ibu mulai
menghilang dari tubuh. Amandel dan adenoid merupakan organ imunitas
utama. Sistem imunitas ada 2 macam yaitu imunitas
seluler dan humoral. Imunitas seluler bekerja dengan
membuat sel (limfoid t) yang dapat membasmi bakteri virus serta membunuhnya. Sedangkan imunitas humoral bekerja karena adanya sel (limfoid β) yang dapat menghasilkan zat
immunoglobulin yang dapat membunuh bakteri dan virus. Bakteri yang "dimakan" oleh
imunitas seluler tonsil dan adenoid terkadang tidak mati dan tetap bersarang
disana serta menyebabklan infeksi amandel yang kronis dan berulang (tonsilitis
kronis). Infeksi yang berulang akan menyebabkan tonsil dan
adenoid bekerja terus dengan memproduksi sel-sel imun yang banyak sehingga
ukuran tonsil dan adenoid akan membesar dengan cepat melebihi ukuran yang
normal. Amandel dan adenoid yang demikian sering dikenal sebagai amandel
yang can be menjadi sumber infeksi (fokal infeksi).
2.4.
Etiologi
Penyebab
utama tonsilitis adalah kuman golongan streptokokus (streptokus α streptokokus
ß hemolycitus, viridians dan pyogeneses), penyebab yang lain yaitu infeksi
virus influenza, serta herpes (nanda, 2008). Etiologi
menurut Mansjoer (2001) etiologi tonslitis adalah :
a. Streptokokus Beta Hemolitikus
Streptokokus beta hemolitikus adalah bakteri gram positif yang dapat berkembang biak ditenggorokan yang sehat dan bisa menyebabkan infeksi saluran nafas akut.
b. Streptokokus Pyogenesis
Streptokokus pyogenesis adalah bakteri gram positif bentuk bundar yang tumbuh dalam rantai panjang dan menyebabkan infeksi streptokokus group A. Streptokokus Pyogenesis adalah penyebab banyak penyakit penting pada manusia berkisar dari infeksi khasnya bermula ditenggorakan dan kulit.
c. Streptokokus Viridans
Streptokokus viridans adalah kelompok besar bakteri streptokokus komensal yang baik a-hemolitik, menghasilkan warna hijau pekat agar darah. Viridans memiliki kemampuan yang unik sintesis dekstran dari glukosa yang memungkinkan mereka mematuhi agregat fibrin-platelet dikatup jantung yang rusak.
d. Virus Influenza
Virus influenza adalah virus RNA dari famili Orthomyxo viridae (virus influenza). Virus ini ditularkan dengan medium udara melalui bersin pada manusia gejala umum yang terjadi yaitu demam, sakit tenggorokan, sakit kepala, hidung tersumbat. Dalam kasus yang buruk influenza juga dapat menyebabkan terjadinya pneumonia.
a. Streptokokus Beta Hemolitikus
Streptokokus beta hemolitikus adalah bakteri gram positif yang dapat berkembang biak ditenggorokan yang sehat dan bisa menyebabkan infeksi saluran nafas akut.
b. Streptokokus Pyogenesis
Streptokokus pyogenesis adalah bakteri gram positif bentuk bundar yang tumbuh dalam rantai panjang dan menyebabkan infeksi streptokokus group A. Streptokokus Pyogenesis adalah penyebab banyak penyakit penting pada manusia berkisar dari infeksi khasnya bermula ditenggorakan dan kulit.
c. Streptokokus Viridans
Streptokokus viridans adalah kelompok besar bakteri streptokokus komensal yang baik a-hemolitik, menghasilkan warna hijau pekat agar darah. Viridans memiliki kemampuan yang unik sintesis dekstran dari glukosa yang memungkinkan mereka mematuhi agregat fibrin-platelet dikatup jantung yang rusak.
d. Virus Influenza
Virus influenza adalah virus RNA dari famili Orthomyxo viridae (virus influenza). Virus ini ditularkan dengan medium udara melalui bersin pada manusia gejala umum yang terjadi yaitu demam, sakit tenggorokan, sakit kepala, hidung tersumbat. Dalam kasus yang buruk influenza juga dapat menyebabkan terjadinya pneumonia.
2.5.
Patofisiologi
Bakteri ataupun virus memasuki tubuh hidung
atau mulut. Amandel atau tonsil berperan sebagai filter, menyelimuti biota
yang berbahaya tersebut. Hal ini akan memicu tubuh untuk
membentuk antibodi terhadap infeksi yang akan datang akan tetapi kadang-kadang
amandel sudah kelelahan menahan infeksi atau virus.
Kuman menginfiltrasi lapisan
tebal kulit epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial mengadakan
reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli
morfonuklear. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri
dan epitel yang terlepas, suatu tonsilitis akut dengan detritus disebut
tonsillitis falikularis, bila bercak detritus berdekatan menjadi satu maka
terjadi tonsilitis lakunaris. Tonsilitis dimulai dengan
gejala sakit tenggorokan ringan hingga menjadi parah. Pasien hanya mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga
berhenti makan. Tonsilitis dapat menyebabkan kesukaran menelan,
panas, bengkak, dan kelenjar getah bening melemah didalam daerah adalah sub
mandibuler, sakit pada sendi dan otot, kedinginan, seluruh tubuh sakit, sakit
kepala dan biasanya sakit pada telinga. Sekresi yang berlebih membuat
pasien mengeluh sukar menelan, belakang tenggorokan akan terasa ada mengental.
Bila bercak melebar hingga terbentuk membran semu
(pseudomembran), sedangkan pada tonsilitis kronik terjadi karena proses radang
berulang maka epitel mukosa dan jaringan terkikis limfoid. Sehingga pada proses
penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan akan mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar
(kriptus) yang akan diisi oleh detritus, proses meluas sehingga menembus kapsul
dan akhirnya timbul perlengketan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses infeksi disertai dengan pembesaran kelenjar
limfe submandibula.
2.6. Manifestasi klinik
A.
Gejala tonsilitis akut: gejala tonsilitis akut biasanya disertai
rasa gatal / kering ditenggorokan, lesu, sendi nyeri, anoreksia, suara serak,
tonsil membangkak, dimulai dengan sakit tenggorokan yang ringan hingga parah, sakit
menekan terkadang muntah. Pada tonsillitis dapat mengakibatkan kekambuhan sakit
tenggorokan dan keluar nanah pada lekukan tonsil.
B.
Gambaran tonsilitis kronis: nyeri telan, bahkan dapat menginfeksi telinga bagian
tengah, misal proses berjalannya kronis, tingkat rendahnya yang pada akhirnya
menyebabkan ketulian permanen (baughman, 2002).
2.7. Pemeriksaan diagnostik
1. Tes
laboratorium
Tes
laboratorium ini digunakan untuk menentukan apakah bakteri yang ada dalam tubuh
pasien merupkan akteri gru A, karena grup ini disertai dengan demam renmatik,
glomerulnefritis, dan demam jengkering.
2. Pemeriksaan
usap tenggorok
Pemeriksaan
ini sebaiknya dilakukan sebelum memberikan pengobatan, terutama bila keadaan memungkinkan. Dengan pemeriksaan
ini kita dapat mengetahui kuman penyebabkan dan obat yang masih sensitive
terhadapnya.
3.
Kultur dan uji resistensi bila
diperlukan.
2.8.
Komplikasi
Faringitis merupakan komplikasi tonsilitis yang
paling banyak didapat. Demam rematik, nefritis timbul apabila
penyebab tonsilitisnya adalah kuman streptokokus.
Komplikasi yang lain dapat berupa:
1.Abses pertonsil
Terjadi
diatas tonsil jaringan pilar anterior dan palatum mole, abses terjadi beberapa
hari infeksi akut dan biasanya disebabkan kelompok oleh streptokokus a
(soepardi, effiaty arsyad, dkk. 2007).
2.Otitis media akut
Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius (eustochi) dan
dapat mengakibatkan otitis media
yang mengarah pada ruptur spontan gendang telinga (soepardi, effiaty arsyad,
dkk. 2007).
3.Mastoiditis akut
Ruptur
spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan infeksi ke sel-sel mastoid
(soepardi, effiaty arsyad, dkk. 2007).
4.Laringitis
Merupakan proses peradangan dari
membran mukosa yang membentuk laring. Peradangan mungkin akut atau kronis yang disebabkan oleh virus, bakteri, lingkungan, maupun karena alergi (reeves, roux,
lockhart, 2001).
5.Radang dalam selaput lendir
Merupakan
suatu penyakit inflamasi atau peradangan pada satu atau lebih dari sinus paranasal. Sinus adalah merupakan suatu
rongga atau ruangan berisi udara dari dinding yang terdiri dari membran mukosa
(reeves, roux, lockhart, 2001).
6.Rhinitis
Merupakan
penyakit inflamasi membran mukosa dari cavum nasal dan nasofaring (reeves,
roux, lockhart, 2001).
2.9. Penatalaksanaan
Pada penderita tonsilitis,
harus diperhatikan pernafasan dan status nutrisinya. Jika perbesaran tonsil menutupi
jalan nafas, maka perlu dilakukan tonsilektomi, demikian juga jika pembesaran tonsil
menyebabkan kesulitan menelan dan nyeri saat menelan, menyebabkan penurunan
nafsu makan / anoreksia. Pada penderita tonsilitis yang tidak
memerlukan tindakan operatif (tonsilektomi), kebersihan mulut dilakukan untuk
menghindari perluasan infeksi, sedangkan untuk mengubahnya dapat diberikan antibiotik, obat
kumur dan vitamin c dan b.
Pemantauan pada penderita pasca
tonsilektomi diperlukan karena resiko komplikasi hemorage. Posisi yang memucat memberikan
kenyamanan adalah kepala dipalingkan kesamping untuk memungkinkan drainase dari
mulut dan faring untuk mencegah aspirasi. Jalan nafas mulut tidak
dilepaskan sampai pasien menunjukkan reflek menelanya harus pulih.
Jika pasien memuntahkan banyak
darah dengan warna yang berubah atau berwarna merah terang pada interval yang
sering, atau bila frekuensi nadi dan pernafasan meningkat dan pasien gelisah,
segera beritahu dokter bedah. Perawat harus mempunyai alat yang disiapkan
untuk memeriksa perdarahan, sumber cahaya, cermin, kasa, nemostat lengkung. Jika perlu dilakukan operasi, maka pasien dibawa ke ruang
operasi, dilakukan anastesi untuk menjahit pembuluh yang berdarah. Jika tidak terjadi perdarahan
berlanjut beri pasien udara dan kompres es. Pasien diinstruksikan untuk
menghindari banyak bicara dan batuk karena akan menyebabkan nyeri tengkorak.
2.10. Indikasi tindakan tonsilaktomi
Indikasi absolut:
1. Tonsil (amandel) yang besar hingga
mengakibatkan gangguan pernafasan, nyeri telan yang berat, gangguan tidur atau
sudah terjadi komplikasi penyakit-penyakit kardiopulmonal.
2. Abses peritonsiler (peritonsillar
abscess) yang tidak menunjukkan perbaikan dengan pengobatan. Dan pembesaran
tonsil yang mengakibatkan gangguan pertumbuhan wajah atau mulut yang
terdokumentasi oleh dokter gigi bedah mulut.
3. Tonsillitis yang mengakibatkan
kejang demam.
4. Tonsil yang diperkirakan memerlukan
biopsi jaringan untuk menentukan gambaran patologis jaringan.
Indikasi relatif:
1.
Jika mengalami tonsilitis 3 kali atau lebih dalam satu tahun
dan tidak menunjukkan respon sesuai harapan dengan pengobatan medikamentosa
yang memadai.
2.
Bau mulut atau bau nafas tak sedap yang menetap pada
tonsilitis kronis yang tidak menunjukkan perbaikan dengan pengobatan.
3.
Tonsilitis kronis atau tonsilitis berulang yang diduga
sebagai carrier kuman streptokokus yang tidak menunjukkan repon positif
terhadap pengobatan dengan antibiotika.
4.
Pembesaran tonsil di salah satu sisi (unilateral) yang
dicurigai berhubungan dengan keganasan (neoplastik).
2.11. Kontraindikasi
Ada beberapa keadaan yang merupakan kontraindikasi melakukan
pembedahan tonsil karena bila dikerjakan dapat terjadi komplikasi pada
penderita, bahkan mengancam kematian. Keadaan tersebut adalah kelainan hematologik, kelainan alergi-imunologik
dan infeksi akut. Kontraindikasi pada kelainan hematologik
adalah anemi, gangguan pada sistem hemostasis dan lekemi.
Pada kelainan alergi-imunologik seperti penyakit alergi pada saluran
pernapasan, sebaiknya tidak dilakukan tonsilektomi bila pengobatan kurang dari
6 bulan kecuali bila terdapat gejala sumbatan karena pembesaran tonsil.
Pembedahan tonsil sebagai pencetus serangan asthma pernah dilaporkan.
Tonsilektomi juga tidak dikerjakan apabila terdapat infeksi akut lokal, kecuali
bila disertai sumbatan jalan napas atas. Tonsilektomi sebaiknya baru dilakukan
setelah minimal 23 minggu bebas dari infeksi akut. Di samping itu tonsilektomi
juga tidak dilakukan pada penyakit-penyakit sistemik yang tidak terkontrol
seperti diabetes atau penyakit jantung pulmonal.
2.12. Pemeriksaan
Dari pemeriksaan dapat ditemukan :
Dari pemeriksaan dapat ditemukan :
1.
Tonsil dapat membesar bervariasi. Kadang-kadang tonsil dapat bertemu di
tengah.Standart untuk pemeriksaan tonsil berdasarkan pemeriksaan fisik
diagnostik diklasifikasikan berdasarkan ratio tonsil terhadap orofaring (dari
medial ke lateral) yang diukur antara pilar anterior kanan dan kiri. T0: Tonsil
terletak pada fosa tonsil, T1: 25%50%75% (Brodsky, 2006). Sedangkan menurut
Thane dan Cody menbagi pembesaran tonsil atas T1: batas medial tonsil melewati
pilar anterior sampai ¼ jarak pilar anterior uvula. T2: batas medial tonsil
melewati ¼ jarak pilar anterior-uvula sampai ½ jarak pilar anterior-uvula. T3:
batas medial tonsil melewati ½ jarak pilar anterior-uvula sampai ¾ jarak pilar
anterior-uvula. T4: batas medial tonsil melewati ¾ jarak pilar anterior-uvula
sampai uvula atau lebih (Cody, 1993). Penelitian yang dilakukan di Denizli
Turkey dari 1.784 anak sekolah usia Universitas Sumatera Utara 4-17 tahun
didapatkan data ukuran tonsil terbanyak yakni T1: (62%), T2: 507 (28,4%),T3:58(3.3%).
2. Dapat terlihat butiran pus kekuningan pada permukaan medial tonsil (Dhingra, 2008)
3. Bila dilakukan penekanan pada plika anterior dapat keluar pus atau material menyerupai keju(Dhingra,2008).
4. Warna kemerahan pada plika anterior bila dibanding dengan mukosa faring, merupakan tanda penting untuk menegakkan infeksi kronis pada tonsil (Dhingra, 2008). Dari hasil penelitian yang melihat hubungan antara tanda klinis dengan hasil pemeriksaan histopatologis dilaporkan bahwa tanda klinis pada Tonsilitis Kronis yang sering muncul adalah kripta yang melebar, pembesaran kelenjar limfe submandibula dan tonsil yang mengalami perlengketan. Tanda klinis tidak harus ada seluruhnya, minimal ada kripta yang melebar dan pembesaran kelenjar limfe submandibula (Primara, 1999). Disebutkan dalam penelitian lain bahwa adanya keluhan rasa tidak nyaman di tenggorokan, kurangnya nafsu makan, berat badan yang menurun, palpitasi mungkin dapat muncul. Bila keluhan-keluhan ini disertai dengan adanya hiperemi pada plika anterior, pelebaran kripta tonsil dengan atau tanpa debris dan pembesaran kelenjar limfe jugulodigastrik maka diagnosa Tonsilitis Kronis dapat ditegakkan (Dass, 1988). Untuk menegakkan diagnosa penyakit Tonsilitis Kronis terutama didapatkan berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik diagnostik yang didapatkan dari penderita (Kurien, 2000).
2. Dapat terlihat butiran pus kekuningan pada permukaan medial tonsil (Dhingra, 2008)
3. Bila dilakukan penekanan pada plika anterior dapat keluar pus atau material menyerupai keju(Dhingra,2008).
4. Warna kemerahan pada plika anterior bila dibanding dengan mukosa faring, merupakan tanda penting untuk menegakkan infeksi kronis pada tonsil (Dhingra, 2008). Dari hasil penelitian yang melihat hubungan antara tanda klinis dengan hasil pemeriksaan histopatologis dilaporkan bahwa tanda klinis pada Tonsilitis Kronis yang sering muncul adalah kripta yang melebar, pembesaran kelenjar limfe submandibula dan tonsil yang mengalami perlengketan. Tanda klinis tidak harus ada seluruhnya, minimal ada kripta yang melebar dan pembesaran kelenjar limfe submandibula (Primara, 1999). Disebutkan dalam penelitian lain bahwa adanya keluhan rasa tidak nyaman di tenggorokan, kurangnya nafsu makan, berat badan yang menurun, palpitasi mungkin dapat muncul. Bila keluhan-keluhan ini disertai dengan adanya hiperemi pada plika anterior, pelebaran kripta tonsil dengan atau tanpa debris dan pembesaran kelenjar limfe jugulodigastrik maka diagnosa Tonsilitis Kronis dapat ditegakkan (Dass, 1988). Untuk menegakkan diagnosa penyakit Tonsilitis Kronis terutama didapatkan berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik diagnostik yang didapatkan dari penderita (Kurien, 2000).
2.13. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan pada penderita Tonsilitis Kronis:
1.
Mikrobiologi Penatalaksanaan dengan antimikroba
sering gagal untuk mengeradikasi kuman patogen dan mencegah kekambuhan infeksi
pada tonsil. Kegagalan mengeradikasi organisme patogen disebabkan
ketidaksesuaian pemberian antibiotika atau penetrasi antibiotika yang inadekuat
(Hammouda et al, 2009). Gold standard pemeriksaan tonsil adalah kultur dari
dalam tonsil. Berdasarkan penelitian Kurien di India terhadap 40 penderita
Tonsilitis Kronis yang dilakukan tonsilektomi, didapatkan kesimpulan bahwa
kultur yang dilakukan dengan swab permukaan tonsil untuk menentukan diagnosis
yang akurat terhadap flora bakteri Tonsilitis Kronis tidak dapat dipercaya dan
juga valid. Kuman terbayak yang ditemukan yaitu Streptokokus beta hemolitikus
diukuti Staflokokus aureus ( Kurien, 2000).
2. Histopatologi
Penelitian yang dilakukan Ugras dan Kutluhan tahun 2008 di Turkey terhadap 480
spesimen tonsil, menunjukkan bahwa diagnosa Tonsilitis Kronis dapat ditegakkan
berdasarkan pemeriksaan histopatologi dengan tiga kriteria histopatologi yaitu
ditemukan ringan- sedang infiltrasi limfosit, adanya Ugra’s abses dan infitrasi
limfosit yang difus. Kombinasi ketiga hal tersebut ditambah temuan
histopatologi lainnya dapat dengan jelas menegakkan diagnosa Tonsilitis Kronis
(Ugras, 2008).
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1. Kasus
Anak A. Umur 10 tahun dibawa oleh ibunya kerumah
sakit umum raden mattaher jambi dengan keluhan demam sudah 2 hari yg lalu,
nyeri dan sulit waktu menelan, sakit pada tenggorokkan dan tidak mau makan.
Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik oleh perawat, TD: 120/80mmhg, suhu 39°c,
terlihat bengkak submandibula dan eksudasi, mulut berbau, malaise, T2<50%,
Leukosit 14500/mm3, hemoglobin 10 gram/dl.
3.2. Laporan Tutor
Step 1
1.
Apa pengertian Eksudasi ?
2.
Apa itu Malaise ?
3.
Apa pengertian Submandibula ?
4.
Apa itu T2<5%
Jawab
1.
-Cairan akibat proses inflamasi
-Cairan yg cepat melalui dinding pembuluh
darah, terdiri dari : serum, sel yg rusak, dll.
2.
-Keadaan/perasaan kurang sehat
-Perasaan tidak nyamaan/tidak sehat
(kelemahan)
3.
Sepasang kelenjar yg terletak di rahang bawah di atas otot digatrik
4.
Diiodotironin yang jumlahnya kurang dari 5%, diioditironin merupakan hormon
tiroid.
Step 2
1.
Apakah ada keterkaitan antara bengkak submandibula dengan T2<5%?
2.
Normal dari T2?
3.
Penyakit apa yg di derita pasien pada kasus tersebut?
4.
Masalah Keperawatan apa yg bisa di angkat?
Step 3
2.
Normal T2 yg dikeluarkan sebanyak 5%
3.
Tonsilitis
4.
–Nyeri
-Gangguan nutrisi
-Gangguan menelan
-Perubahan suhu tubuh
ASUHAN KEPERAWATAN TONSILITIS
I. PENGKAJIAN
1.Identitas
klien
Nama
: An. A
Umur
:10 tahun
Jenis
kelamin: -
Penangguang
jawab : Ibu
2.Riwayat
kesehatan
Keluhan
utama : klien mengatakan demam 2 hari yang lalu nyeri dan sulit waktu menelan.
Riwayat
kesehatan sekarang : sakit pada tenggorokan,rasa gatal dan kering pada
tenggorokan dan tidak mau makan.
Riwayat Kesehatan Masa lalu : (-) tidak terkaji
Riwayat Kesehatan
Keluarga : (-) tidak terkaji
3. Pemeriksaan
fisik/penujang
ü Pemeriksaan
TTV saat ini
a. TD
: 120/80 mmhg
b. Suhu:39
oC
ü Mulut
: mulut bau
ü Leher :pembengkakan submandibula,tenggorokan gatal
dan kering.
ü Malaise
ü Eksudat
ü T2<50%
ü Pemeriksaan
Laboratorium
a.
Leukosit :14500/mm3 (4800 –
10800/uL)
b.
Hemoglobin :10gram/dl (14.0 – 18.0g/dL)
Analisa
Data
Data
|
Etiologi
|
Masalah keperawatan
|
Ds
:
- Klien mengeluh Demam sudah 2 hari yang lalu
Do
:
- Suhu Tubuh 39o C
- TD : 120/80 mmhg
- Leukosit
:14500/mm3
- Hemoglobin
:10gram/dl
|
Proses
inflamasi
|
Hipertermi
|
Ds
: klien mengeluh
- nyeri
dan sulit waktu menelan
- sakit
pada tenggorokkan
- rasa
gatal dan kering ditenggorok
- tidak
mau makan
Do
:
- terlihat
bengkak submandibula dan eksudasi
- malaise
|
Nyeri pembengkakan pada tonsil
|
Gangguan menelan
|
II. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1. Hipertermi
berhubungan dengan proses inflamasi
III. INTERVENSI
No.
|
Diagnosa
|
Tujuan
/ KH
|
Intervensi
|
1
|
Hipertermi
berhubungan dengan proses inflamasi
|
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1 x12
jam suhu tubuh normal.
Kriteria Hasil
:
- Suhu tubuh normal ( 36,6 °C – 37,2°C)
- Nadi dan RR dalam rentang normal
- Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing.
|
Mandiri
·
Seka
tubuh klien
menggunakan air hangat selama kurang lebih 10-15 menit, hindari
penggunaan alcohol (pada
lipatan paha dan aksila)
·
Kaji
ketepatan jenis pakaian yang digunakan, sesuai dengan suhu lingkungan
·
Anjurkan klien untuk melaporkan nyeri atau pusing
·
Pantau
hidrasi (misalnya : turgor kulit, kelembapan membrane mukosa)
·
Pantau
suhu tubuh setiap 2 jam
·
Monitor kembali TTV
·
Monitor sianosis perifer
Kolaborasi
-
Kolaborasi
pemberian antipiretik misalnya ASA (aspirin) asetaminofon
-
Kolaborasi pemberian cairan intravena
|
2
|
Gangguan menelan berhubungan dengan nyeri pembengkakan
pada tonsil
|
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24 jam, untuk pencegahan aspirasi,
dan nyeri berkurang .
Kriteria Hasil
:
Nyer - mempertahan
makanan dalam mulut
- Kemampuan
menelan adekuat
-
Nafsu makan adekuat
- Tonsil
klien kembali normal dan tidak kemerahan.
- nsnq
- nai
|
Mandiri
·
Memantau tingkat kesadaran,
reflek batuk, reflek muntah, dan kemampuan menelan.
·
Monitor status paru, menjaga /
mempertahankan jalan nafas
·
Posisi tegak 90° atau sejauh
mungkin
·
Menyuapkan makanan dlm jumlah
kecil.
·
Potong makanan menjadi
potongan-potongan kecil
·
Berikan posisi yang nyaman
·
Jauhkan kepala tempat tidur
ditinggikan 30° sampai 45°setelah makan
Kolaborasi
-
pemberian analgetik dan antibiotik
|
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Tonsilitis adalah suatu
penyakit yang tidak bisa sembuh sendiri
berlangsung sekitar lima hari dengan disertai disfagia dan demam (megantara,
imam, 2006).Tonsilitis akut adalah radang aut yang disebabkan oleh bakteri
streptococcus beta hemolyticus, viridons streptococcus dan streptokokus
pygenes, juga dapat disebabkan oleh virus (mansjoer, a. 2000).
Tonsilitis adalah radang yang
disebabkan oleh infeksi bakteri kelompok a streptokokus beta hemolitik
(hembing, 2004). Tonsilitis adalah suatu peradangan pada hasil temuan tonsil
(amandel), yang sangat sering ditemukan, terutama pada anak-anak ( firman sriyono, 2006, 2006). Tonsilitis adalah inflamasi
dari tonsil yang disebabkan oleh infeksi ( harnawatiaj , 2006).
4.2 Saran
Dengan mengetahui tanda dan gejala serta proses penyakit ini
diharapkan tercapai asuhan keperawatan tanpa memperberat kondisi klinis pasien.
Perawat diharapkan bisa memberikan informasi kepada pasien, sehingga pasien
dapat mengetahui penyebab terjadinya TONSILITIS, sehingga resiko terjadinya
TONSILITIS semakin kecil, menurunkan angka morbiditas, dan mortalitas. Perawat
juga berperan sebagai jembatan informasi tentang edukasi pentingnya
mengkonsumsi obat secara teratur untuk memperkecil pengulangan penyakit ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall .2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan . Jakarta
: EGC
Mansjoer, dkk. 2001. Kapita Selekta
Kedokteran. Jakarta : EGC
Sherwood,
Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia . Edisi
2. Jakarta: EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar