Minggu, 25 Desember 2016

makalah spondilitis TB

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan spondilitis tuberkulosa merupakan peradangan granulomatosa yang bersifat kronik destruktif yang disebabkan oleh mikrobakterium tuberkulosa.Spondilitis tuberkulosa dikenal juga sebagai penyakit Pott atau paraplegi Poot.Penyakit ini merupakan penyebab paraplegia terbanyak setelah trauma, dan banyak dijumpai di Negara berkembang.
Tuberkulosis tulang dan sendi 50% merupakan spondilitis tuberkulosa. Pada negara yang sedang berkembang, sekitar 60% kasus terjadi pada usia dibawah usia 20 tahun. Sedangkan pada negara maju, lebih sering mengenai pada usia yang lebih tua. Meskipun perbandingan antara pria dan wanita hampir sama, namun biasanya pria lebih sering terkena dibanding wanita yaitu 1,5:2,1. Di Indonesia tercatat 70% spondilitis tuberkulosis dari seluruh tuberkulosis tulang yang terbanyak di daerah Ujung Pandang.Umumnya penyakit ini menyerang orang-orang yang berada dalam keadaan sosial ekonomi rendah.
Seseorang yang menderita spondilitis akan mengalami kelemahan bahkan kelumpuhan atau paling kurang mengalami kelemahan tulang, dimana dampak tersebut akan mempengaruhi aktifitas klien, baik sebagai individu maupun masyarakat.. Perawat berperan penting dalam mengidentifikasikan masalah-masalah dan mampu mengambil keputusan secara kritis menangani masalah tersebut serta mampu berkolaborasi dengan tim kesehatan yang lain untuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang optimal

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa definisi penyakit spondilitis TB?
2.       Apa etiologi penyakit spondilitis TB?
3.      Bagaimana prognosis spondilitis TB?
4.      Bagaimana patofisiologi spondilitis TB?
5.      Apa saja klasifikasi penyakit spondilitis TB?
6.      Apa saja manifestasi klinis penyakit spondilitis TB?
7.      Apa saja komplikasi spondilitis TB?
8.      Bagaimana penatalaksanaan penyakit spondilitis TB?
9.      Bagaimana asuhan keperawatan klien dengan spondilitis TB

1.3  Tujuan.
1.      mengetahui dan memahami definisi spondilitis TB.
2.      mengetahui dan memahami etiologi spondilitis TB.
3.      mengetahui dan memahami prognosis spondilitis TB.
4.      mengetahui dan memahami patofisiologi spondilitis TB.
5.      mengetahui dan memahami klasifikasi spondilitis TB.
6.      mengetahui dan memahami manifestasi klinis spondilitis TB.
7.      mengetahui dan memahami komplikasi spondilitis TB.
8.      mengetahui dan memahami penatalaksanaan spondilitis TB.
9.      mengetahui dan memahami asuhan keperawatan klien dengan spondilitis TB.














BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Spondilitis TB
Spondilitis tuberkulosa adalah infeksi tuberkulosis ekstra pulmonal yang bersifat kronis berupa infeksi granulomatosis disebabkan oleh kuman spesifik yaitu Mycobacterium tuberculosa yang mengenai tulang vertebra sehingga dapat menyebabkan destruksi tulang, deformitas dan paraplegia (Tandiyo, 2010).
Tuberkulosis tulang belakang selalu merupakan infeksi sekunder dari fokus ditempat lain dalam tubuh. Percivall Pott (1793) yang pertama kali menulis tentang penyakit ini dan menyatakan, bahwa terdapat hubungan antara penyakit ini dengan deformitas tulang belakang yang terjadi, sehingga penyakit ini disebut juga sebagai penyakit Pott. (pengantar ilmu bedah ortopedi). Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra T8 - L3 dan paling jarang pada vertebra C1 – 2.Spondilitis tuberkulosis biasanya mengenai korpus vertebra, tetapi jarang menyerang arkus vertebrae.

2.2. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh karena bakteri berbentuk basil (basilus).Bakteri yang paling sering menjadi penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis, walaupun spesies Mycobacterium yang lainpun dapat juga bertanggung jawab sebagai penyebabnya, seperti Mycobacterium fricanum (penyebab paling sering tuberkulosa di Afrika Barat), bovine tubercle baccilus, ataupun non-tuberculous mycobacteria (banyak ditemukan pada penderita HIV).Bakteri ini bersifat pleimorfik, tidak bergerak dan tidak membentuk spora serta memiliki panjang sekitar 2-4 μm.
Mycobacterium tuberculosis bersifat acid-fastnon-motile dan tidak dapat diwarnai dengan baik melalui cara yang konvensional. Dipergunakan teknik Ziehl-Nielson untuk memvisualisasikannya.Bakteri tubuh secara lambat dalam media egg-enriched dengan periode 6-8 minggu. Produksi niasin merupakan karakteristik Mycobacterium tuberculosis dan dapat membantu untuk membedakannnya dengan spesies lain.

2.3. Prognosis
Spondilitis tuberkulosa merupakan penyakit menahun dan apabila dapat sembuh secara spontan akan memberikan cacat pembengkokan pada tulang punggung. Dengan jalan radikal operatif, penyakit ini dapat sembuh dalam waktu singkat sekitar 6 bulan (Tachdjian, 2005).
Prognosis dari spondilitis tuberkulosa bergantung dari cepatnya dilakukan terapi dan ada tidaknya komplikasi neurologis. Diagnosis sedini mungkin dan  pengobatan yang tepat, prognosisnya baik walaupun tanpa operasi. Penyakit dapat kambuh apabila pengobatan tidak teratur atau tidak dilanjutkan setelah beberapa saat karena terjadi resistensi terhadap pengobatan (Lindsay, 2008).

2.4. Patofisiologi
Basil TB masuk ke dalam tubuh sebagian besar melalui traktus respiratorius. Penyebaran terjadi secara hematogen, bakteri berkembang biak umumnya di tempat aliran darah yg menyebabkan bakteri berkumpul banyak (ujung pembuluh). Terutama di tulang belakang, di sekitar tulang thorakal (dada) dan lumbal (pinggang) kuman bersarang. Penyakit ini pada umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi berawal dari bagian sentral, bagian depan, atau daerah epifisial korpus vertebra. Kemudian terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan korpus.Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifise, discus intervertebralis dan vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian depan korpus ini akan menyebabkan terjadinya kifosis yang dikenal sebagai gibbus. Berbeda dengan infeksi lain yang cenderung menetap pada vertebra yang bersangkutan, tuberkulosis akan terus menghancurkan vertebra di dekatnya.
Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum, leukosit, kaseosa, tulang yang fibrosis serta basil tuberkulosa) menyebar ke depan, di bawah ligamentum longitudinal anterior dan mendesak aliran darah vertebra di dekatnya. Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi ke berbagai arah di sepanjang garis ligament yang lemah (Alfarisi, 2011). Pada daerah servikal, eksudat terkumpul di belakang fasia paravertebralis dan menyebar ke lateral di belakang muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat dapat mengalami protrusi ke depan dan menonjol ke dalam faring yang dikenal sebagai abses faringeal. Abses dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea, esophagus, atau kavum pleura. Abses pada vertebra torakalis biasanya tetap tinggal pada daerah toraks setempat menempati daerah paravertebral, berbentuk massa yang menonjol dan fusiform. Abses pada daerah ini dapat menekan medulla spinalis sehingga timbul paraplegia.Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk mengikuti muskulus psoas dan muncul di bawah ligamentum inguinal pada bagian medial paha. Eksudat juga dapat menyebar ke daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti pembuluh darah femoralis pada trigonum skarpei atau regio glutea (Qittun, 2008).
2.5. Klasifikasi
v Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal empat bentuk spondilitis:
·         Peridiskal / paradiskal
Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise di bawah ligamentum longitudinal anterior / area subkondral).Banyak ditemukan pada orang dewasa.Dapat menimbulkan kompresi, iskemia dan nekrosis diskus.Terbanyak ditemukan di regio lumbal.
·         Sentral
Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga disalahartikan sebagai tumor. Sering terjadi pada anak-anak. Keadaan ini sering menimbulkan kolaps vertebra lebih dini dibandingkan dengan tipe lain sehingga menghasilkan deformitas spinal yang lebih hebat. Dapat terjadi kompresi yang bersifat spontan atau akibat trauma.Terbanyak di temukan di regio torakal.



·         Anterior
Pola ini diduga disebabkan karena adanya pulsasi aortik yang ditransmisikan melalui abses prevertebral dibawah ligamentum longitudinal anterior atau karena adanya perubahan lokal dari suplai darah vertebral.
·         Bentuk atipikal
Dikatakan atipikal karena terlalu tersebar luas dan fokus primernya tidak dapat diidentifikasikan.Termasuk didalamnya adalah tuberkulosa spinal dengan keterlibatan lengkung syaraf saja dan granuloma yang terjadi di canalis spinalis tanpa keterlibatan tulang (tuberkuloma), lesi di pedikel, lamina, prosesus transversus dan spinosus, serta lesi artikuler yang berada di sendi intervertebral posterior.
v perjalanan penyakit spondilitis TB ada lima stadium menurut kumar, yaitu :
1.      Stadium implantasi
Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh penderita menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk oloni yang berlangsung selama 6 – 8 minggu. Kedaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak – anak umumnya pada daerah sentral vertebrata.
2.      Stadium destruksi awal
Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjai destruksi korpus vertebra serta penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama 3 – 6 minggu.
3.      Stadium destruksi lanjut
Pada stadium ini terjadi destruksi yang masih, kolaps vertebra yang terbentuk masa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses dingin), yang terjadi 2-3 bulan setelah stadium destruksi awal.Selanjutnya dapat berebentuk sekuestrum serta kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama disebelah depan (wedging anterior) akibat kerusakan korpus vertebra, yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibus
4.      Stadium gangguan neurologis
Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi, tetapi terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis.Gangguan ini ditemukan 10% dari seluruh komplikasi spondilitis tuberkulosa.Vertebra torakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini.
5.      Stadium deformitas residual
Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah stadium implantasi. Kifosis atau gibbus bersifat permanen karena kerusakan vertebra yang masif di depan (Savant, 2007).
2.6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis lainnya pada spondilitis TB yaitu:
a.    Suhu subfebril terutama pada malam hari dan sakit (kaku) pada punggungPada anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari.
b.    Pada awal dijumpai nyeri interkostalnyeri yang menjalar dari tulang belakang ke garis tengah atas dada melalui ruang interkostal. Hal ini disebabkan oleh tertekannya radiks dorsalis di tingkat torakal.
c.    Nyeri spinal menetap dan terbatasnya pergerakan spinal
d.   Deformitas pada punggung (gibbus)
e.    Pembengkakan setempat (abses)
f.     Adanya proses tbc
-     Kelainan neurologis yang terjadi pada 50 % kasus spondilitis tuberkulosa termasuk akibat penekanan medulla spinalis yang menyebabkan:
-     Paraplegia, paraparesis, atau nyeri radix saraf akibat penekanan medula spinalis yang menyebabkan kekakuan pada gerakan berjalan dan nyeri.
-     Gambaran paraplegia inferior kedua tungkai dan adanya batas defisit sensorik setinggi tempat gibbus atau lokalisasi nyeri interkostal.

2.7. pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada spondilitis tuberkulosa yaitu:
1. Pemeriksaan laboratorium
a.    Pemeriksaan darah lengkap didapatkan leukositosis dan LED meningkat.
b.    Uji mantoux positif tuberkulosis.
c.    Uji kultur biakan bakteri dan BTA ditemukan Mycobacterium.
d.   Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional.
e.    Pemeriksaan hispatologis ditemukan tuberkel.
f.     Pungsi lumbal didapati tekanan cairan serebrospinalis rendah.
g.    Peningkatan CRP (C-Reaktif Protein).
h.    Pemeriksaan serologi dengan deteksi antibodi spesifik dalam sirkulasi.
i.      Pemeriksaan ELISA (Enzyme-Linked Immunoadsorbent Assay) tetapimenghasilkan negatif palsu pada penderita dengan alergi.
j.      Identifikasi PCR (Polymerase Chain Reaction) meliputi denaturasi DNAkuman tuberkulosis melekatkan nukleotida tertentu pada fragmen DNA danamplifikasi menggunakan DNA polimerase sampai terbentuk rantai DNA utuh yang diidentifikasi dengan gel.
2. Pemeriksaan radiologis
a.    Foto toraks atau X-ray untuk melihat adanya tuberculosis pada paru. Abses dingin tampak sebagai suatu bayangan yang berbentuk spindle.
b.    Pemeriksaan foto dengan zat kontras.
c.    Foto polos vertebra ditemukan osteoporosisdestruksi korpusvertebradan mungkin ditemukan adanya massa abses paravertebral.
d.   Pemeriksaan mielografi.
e.    CT scan memberi gambaran tulang secara lebih detail dari lesi
ir
reguler, skelerosis, kolaps diskusdan gangguan sirkumferensi tulang.
f.     MRI mengevaluasi infeksi diskus intervertebralis dan osteomielitis tulang belakang serta menunjukkan adanya penekanan saraf (Lauerman,

2.8. Penatalaksanaan
1. Terapi Konservatif
a.    Berupa istirahat di tempat tidur untuk mencegah paraplegia dan pemberian tuberkulostatik.
b.    Dengan memberikan corset yang mencegah gerak vertebrae/membatasi gerak vertebrae. Corset tadi dapat dibikin dari gips, dari kulit/plastik, dengan corset tadi pasien dapat duduk/berjalan sehingga tidak memerlukan perawatan di rumah sakit namun tetap di kontrol.
2.Terapi Operatif
a.    Bedah Kostotransversektomi yang dilakukan berupa debrideman dan penggantian korpus vertebra yang rusak dengan tulang spongiosa / kortikospongiosa.
b.    Operasi kifosis dilakukan apabila terjadi deformitas hebat. Kifosis bertendensi untuk bertambah berat, terutama pada anak. Tindakan operatif berupa fusi posterior atau operasi radikal (Graham, 2007).

2.9. Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh spondilitis tuberkulosa yaitu:
1.    Pott’s paraplegia
a.    Muncul pada stadium awal disebabkan tekanan ekstradural oleh pus maupun sequester atau invasi jaringan granulasi pada medula spinalis. Paraplegia ini membutuhkan tindakan operatif dengan cara dekompresi medula spinalis dan saraf.
b.    Muncul pada stadium lanjut disebabkan oleh terbentuknya fibrosis dari jaringan granulasi atau perlekatan tulang (ankilosing) di atas kanalis spinalis.
2.   Ruptur abses paravertebra
a.    Pada vertebra torakal maka nanah akan turun ke dalam pleura sehingga menyebabkan empiema tuberkulosis.
b.    Pada vertebra lumbal maka nanah akan turun ke otot iliopsoas membentuk psoas abses yang merupakan cold absces (Lindsay, 2008).
3.Cedera corda spinalis (spinal cord injury).
Dapat terjadi karena adanya tekanan ekstradural sekunder karena pus tuberkulosa, sekuestra tulang, sekuester dari diskus intervertebralis (contoh : Pott’s paraplegia – prognosa baik) atau dapat juga langsung karena keterlibatan korda spinalis oleh jaringan granulasi tuberkulosa (contoh : menigomyelitis – prognosa buruk). Jika cepat diterapi sering berespon baik (berbeda dengan kondisi paralisis pada tumor).MRI dan mielografi dapat membantu membedakan paraplegi karena tekanan atau karena invasi dura dan corda spinalis.

Gambaran kliniks Spondilitis tuberkulosa :









BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

1.Pengkajian.

identitas klien
Nama                           :
Umur                           :
jenis kelamin               :
status perkawinan       :
agama                          :
suku bangsa                 :
pendidikan                  :
alamat                          :
tanggal/jam MRS         :
diagnosa medis           :

2.      Riwayat penyakit sekarang :
Keluhan utama pada klien Spodilitis tuberkulosa terdapat nyeri pada punggung bagian bawah, sehingga mendorong klien berobat kerumah sakit. Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut. Nyeri dirasakan meningkat pada malam hari dan bertambah berat terutama pada saat pergerakan tulang belakang.

3.      Riwayat penyakit dahulu
Tentang terjadinya penyakit Spondilitis tuberkulosa biasanya pada klien di dahului dengan adanya riwayat pernah menderita penyakittuberkulosis.

4.  Riwayat kesehatan keluarga.
Pada klien dengan penyakit Spondilitis tuberkulosa salah satu penyebab timbulnya adalah klien pernah atau masih kontak dengan penderita lain yang menderita penyakit tuberkulosis atau pada lingkungan keluarga ada yang menderita penyakit menular tersebut.

5.    Riwayat psikososial
Klien akan merasa cemas terhadap penyakit yang di derita, sehingga kan kelihatan sedih, dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit, pengobatan dan perawatan terhadapnya maka penderita akan merasa takut dan bertambah cemas sehingga emosinya akan tidak stabil dan mempengaruhi sosialisai penderita.

6) Pola - pola fungsi kesehatan :
a.       Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.
          Adanya tindakan medis serta perawatan di rumah sakit akan mempengaruhi persepsi klien tentang kebiasaan merawat diri , yang dikarenakan tidak semua klien mengerti benar perjalanan penyakitnya.Sehingga menimbulkan salah persepsi dalam pemeliharaan kesehatan. Dan juga kemungkinan terdapatnya riwayat tentang keadaan perumahan, gizi dan tingkat ekonomi klien yang mempengaruhi keadaan kesehatan klien.
b. Pola nutrisi dan metabolisme.
            Akibat dari proses penyakitnya klien merasakan tubuhnya menjadilemahdan amnesia. Sedangkan kebutuhan metabolisme tubuh semakin meningkat, sehingga klien akan mengalami gangguan pada status nutrisinya.
c. Pola eliminasi
Klien akan mengalami perubahan dalam cara eliminasi yang semula bisa ke kamar mandi, karena lemah dan nyeri pada punggung serta dengan adanya penata laksanaan perawatan imobilisasi, sehingga kalau mau BAB dan BAK harus ditempat tidur dengan suatu alat.
4.    Pola aktivitas.
Sehubungan dengan adanya kelemahan fisik dan nyeri pada punggung serta penatalaksanaan perawatan imobilisasi akan menyebabkan klien membatasi aktivitas fisik dan berkurangnya kemampuan dalam melaksanakan aktivitas fisik tersebut.

e. Pola tidur dan istirahat.
Adanya nyeri pada punggung dan perubahan lingkungan atau dampak hospitalisasi akan menyebabkan masalah dalam pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat.
f. Pola hubungan dan peran.
Sejak sakit dan masuk rumah sakit klien mengalami perubahan peran atau tidak mampu menjalani peran sebagai mana mestinya, baik itu peran dalam keluarga ataupun masyarakat. Hal tersebut berdampak terganggunya hubungan interpersonal.
g. Pola persepsi dan konsep diri.
Klien dengan Spondilitis tuberkulosa seringkali merasa malu terhadap bentuk tubuhnya dan kadang - kadang mengisolasi diri.
H.Pola sensori dan kognitif.
            Fungsi panca indera klien tidak mengalami gangguan terkecuali bila terjadi komplikasi paraplegi.
i. Pola reproduksi seksual.
            Kebutuhan seksual klien dalam hal melakukan hubungan badan akan terganggu untuk sementara waktu, karena di rumah sakit. Tetapi dalam hal curahan kasih sayang dan perhatian dari pasangan hidupnya melalui cara merawat sehari - hari tidak terganggu atau dapat dilaksanakan.
j. Pola penaggulangan stres.
            Dalam penanggulangan stres bagi klien yang belum mengerti penyakitnya  akan mengalami stres. Untuk mengatasi rasa cemas yang menimbulkan rasa stres, klien akan bertanya - tanya tentang penyakitnya untuk mengurangi stres.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan.
            Pada klien yang dalam kehidupan sehari - hari selalu taat menjalankan ibadah, maka semasa dia sakit ia akan menjalankan ibadah pula sesuai dengan kemampuannya. Dalam hal ini ibadah bagi mereka di jalankan pula sebagai penaggulangan stres dengan percaya pada tuhannya.


7) Pemeriksaan fisik.

·         Inspeksi : Pada klien dengan Spondilitis tuberkulosa kelihatan lemah, pucat, dan pada tulang belakang terlihat bentuk kiposis.
·         Palpasi : Sesuai dengan yang terlihat pada inspeksi keadaan tulang belakang terdapat adanya gibus pada area tulang yang mengalami infeksi.
·         Perkusi : Pada tulang belakang yang mengalami infeksi terdapat nyeri ketok.
·         Auskultasi : Pada pemeriksaan auskultasi keadaan paru tidak di temukan kelainan.

8) Hasil pemeriksaan medik dan laboratorium.
a. Radiologi
-        Terlihat gambaran distruksi vertebra terutama bagian anterior, sangat jarang menyerang area posterior.
-        Terdapat penyempitan diskus.
-        Gambaran abses para vertebral ( fusi form ).
b. Laboratorium
-   Laju endap darah meningkat
    c. Tes tuberkulin.
Reaksi tuberkulin biasanya positif.
Analisis data
No.
Data
Etoilogi
Masalah
1.
Ds :  nyeri pada punggung bagian bawah,
Nyeri dirasakan meningkat pada malam hari dan bertambah berat terutama pada saat pergerakan tulang belakang.
DO :Suhu subfebril,
Uji mantoux positiftuberkulosis.
Uji kultur biakan bakteridan BTA ditemukan Mycobacterium.






Mycobacterium tuberculosis, bakteri berkumpul banyak (ujungpembuluh). Terutama di tulang belakang, di sekitar tulang thorakal (dada) dan lumbal (pinggang) kuman bersarang

Infeksi vertebra T8 - L3

Nyeri akut
2.










3
Ds : Deformitaspadapunggung (gibbus)
Do :, Foto polos vertebra ditemukan osteoporosisdestruksi korpusvertebradan
ditemukan adanya massa abses paravertebral..


Ds: pembengkokanpadatulangpunggung
Do : Foto toraks atau X-ray 
Foto polos vertebra ditemukan osteoporosis
Lesi.irreguler, skelerosis, kolaps diskusdan gangguan sirkumferensi tulang.
 



kolaps vertebra yang terbentuk masakaseosa serta pus yang berbentuk cold abses

kerusakan diskus intervertebralis
Terbentuk tulang baji terutama disebelah depan (wedging anterior)
kerusakankorpus vertebra, yang menyebabkanterjadinyakifosisataugibus.

hambatan mobilitas fisik









Gangguan citra tubuh


3.      Diagnosa Keperawatan
A.        Nyeri akut b.d infeksi Spondilitistuberkulosa
B.         hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal dan nyeri
C.            Gangguan citra tubuh Berhubungan dengan gangguan struktur tubuh.


Intervensi Keperawatan
1.      Nyeri akut b.d infeksi Spondilitistuberkulosa

No.
Diagnosa
Tujuan
Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
1.
Nyeri akut b.d infeksi Spondilitistuberkulosa

Dalam waktu 2x24 jam setelah diberikan tindakan keperawatan pasien mengatakan nyerinya berkurang.
a.    Secara subyektif pernyataan nyeri berkurang atau teradaptasi
b.    Skala nyeri berkurang
c.    TTV dalam batas normal dan pasien terlihat tenang.
1. Observasi karakteristik nyeri mulai dari penyebab, lokasi, skala dan waktu.



2. Berikan posisi fowler.


3. Berikan kompres hangat pada area nyeri.


4. Ajarkan tehnik relaksasi distraksi
5. Lakukan kolaborasi pemberian analgesik.
1. Membantu membedakan penyebab nyeri dan memberikan informasi
tentang kemajuan/ perbaikan penyakit, terjadinya komplikasi dan keefiktifan
intervensi
2. Posisi fowler menurunkan tekanan pada daerah vetebra tulang belakang
3. Efek dilatasi pembuluh darah  memberikan respon spasme otot menurun sehingga nyeri berkurang.
4. Pengalihan perhatian akan mengurangi nyeri yang dirasakan.
5. Analgesik akan memblok lintasan nyeri sehingga nyeri berkurang.





2.  hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal dan nyeri 
No.
Diagnosa
Tujuan
Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
1.
hambatan mobilitas fisik.berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal dan nyeri 

Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam klien dapat menunjukan cara melakukan mobilisasi secara optimal sesuai dengan kondisis daerah spondilitis.
Kriteria Hasil : Klien mampu melakukan aktivitas mobilisasi ,kemampuan, klien terhindar dari cidera, nyeri berkurang.
Intervensi:
1)      Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, lamanya, dan intensitas (skala 0 ± 10). Perhatikan petunjuk verbal dan non-verbal.

2)      Berikan alternatif tindakan kenyamanan (massage, perubahan posisi).
.
3)      Dorong penggunaan teknik manajemen stress, contohnya relaksasi progresif, latihan nafas dalam, imajinasi visualisasi dan sentuhan terapeutik.
5)      Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam melakukan mobilisasi.
7)      Atur posisi fisiologis, meliputi :
a.       Kaji kesejajaran dan tingkat keyamanan selama klien berbaring sesuai dengan daerah spondilitis.

b.      Atur posisi telentang dan letakkan gulungan handuk / bantal di daerah bagian bawah punggung yang sakit dengan menjaga komdisi kurvatura tulanga belakang dalam kondisi optimal.

C.Sokong kaki bawah yang mengalami paraplegia dengan bantal dengan posisi jari-jari kai mengahadap langit.






8)      Lakukan latihan ROM








9)      Ajak klien untuk berfikir positif terhadap kelemahan yang dimilikinya. Berika klien motivasi dan izinkan klien melakukan tugas, beri umpan balik positif atas usahanya.

10)  Kolaborasi pemberian OAT






11)  Tindakan operatif
Rasional: Membantu dalam mengidentifikasi derajat ketidaknyamanan dan kebutuhan untuk /keefektifan analgesic



.Rasional: Meningkatkan sirkulasi umum menurunkan area tekanan lokal dan kelelahan otot


Rasional: Diberikan untuk megalihkan atau mengurangi nyeri









Rasional : membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan kebutuhan individual





Rasional : memberikan data dasar tentang kesejajaran tubuh dan kenyamanan klien untuk perencanaan selanjutnya.

Rasional:
mengurangi kemungkinan stimulus nyeri, kontraktur sendi, dan kemungkinan untuk pergerakan optimal pada ekstremitas atas






Rasional : posisi optimal untuk mencegah footdrop yang sering terjadi akibat kondisi kaki yang jatuh (posisi ekstensi) terlalu lama di tempat tidur. Adanya bantal akan mencegah terjadinya rotasi luar kaki dan mengurangi tekanan pada jari-jari kaki.

Rasional : latihan yang efektif dan berkesinambungan akan mencegah terjadinya kontraktur sendi dan atrofi otot yang sering terjadi pada klien spondilitis TB.

Rasional : klien memerlukan empati, tetapi perawata perlu mengetahui perawatan yang konsisten dalam menganani klien, dan menganjurkan klien untuk terus mecoba.




Rasional : pemberian regimen OAT (Obat Anti Tuberkulosis) sesuai panduan akan mengatasi masalah utama pada klien spondilitis.

Rasional : memberikan stabiltas pada tulang belakang dengan tindakan pembedahan, yaitu pendekatan anterior dengan debridement, eksisi dan fusi anterior, serta pendekatan posterior dilakukan dengan dekompresi dan stabilisasi dengan pemasangan PSSW (Pedicle Screw And Sublaminary Wire Plate)
3,Gangguan citra tubuh sehubungan dengan gangguan struktur tubuh.
No.
Diagnosa
Tujuan
Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
1.
Gangguan citra tubuh
Klien dapa mengekspresikan perasaannya dan dapat menggunakan koping yang adaptif.
Klien dapat mengungkapkan perasaan / perhatian dan menggunakan keterampilan koping yang positif dalam mengatasi perubahan citra.tubuh
a. Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan. Perawat harus mendengarkan dengan penuh perhatian.
b. Bersama – sama klien mencari alternatif koping yang positif.
c. Kembangkan komunikasi dan bina hubungan antara klien keluarga dan teman serta berikan aktivitas rekreasi dan permainan guna mengatasi perubahan body image.
a. meningkatkan harga diri klien dan membina hubungan saling percaya dan dengan ungkapan perasaan dapat membantu penerimaan diri.
b. Dukungan perawat pada klien dapat meningkatkan rasa percaya diri klien.

c. Memberikan semangat bagi klien agar dapat memandang dirinya secara positif

                                                                                                                     

Daftar Pustaka

Syaifuddin.2009.Anatomi dan Fisiologi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa          Keperawatan. Jakarta:EGC.
Nanda. (2012) Nursing Diagnoses: Definitions and Classification (NANDA) 2012-2014. Willey-Blackwell.
Bulechek,Gloria M.. (et al.).2008. Nursing Intervention Classification (NIC) 6thedition. Elsevier.
Moorhead, sue.2008.Nursing outcome Classification (NOC) 5th edition.Elsevier.
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351541-PR-Marhamatunnisa.pdf kasus spondilitis TB pdf.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28161/5/Chapter%20I.pdf.
Diposkan oleh qori husnul mulqiah di 06.46


Tidak ada komentar:

Posting Komentar