BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis tulang
belakang atau dikenal juga dengan spondilitis tuberkulosa merupakan peradangan
granulomatosa yang bersifat kronik destruktif yang disebabkan oleh
mikrobakterium tuberkulosa.Spondilitis tuberkulosa dikenal juga sebagai
penyakit Pott atau paraplegi Poot.Penyakit ini merupakan penyebab paraplegia
terbanyak setelah trauma, dan banyak dijumpai di Negara berkembang.
Tuberkulosis tulang
dan sendi 50% merupakan spondilitis tuberkulosa. Pada negara yang sedang
berkembang, sekitar 60% kasus terjadi pada usia dibawah usia 20 tahun.
Sedangkan pada negara maju, lebih sering mengenai pada usia yang lebih tua.
Meskipun perbandingan antara pria dan wanita hampir sama, namun biasanya pria
lebih sering terkena dibanding wanita yaitu 1,5:2,1. Di Indonesia tercatat 70%
spondilitis tuberkulosis dari seluruh tuberkulosis tulang yang terbanyak di
daerah Ujung Pandang.Umumnya penyakit ini menyerang orang-orang yang berada
dalam keadaan sosial ekonomi rendah.
Seseorang yang menderita
spondilitis akan mengalami kelemahan bahkan kelumpuhan atau paling kurang
mengalami kelemahan tulang, dimana dampak tersebut akan mempengaruhi aktifitas
klien, baik sebagai individu maupun masyarakat.. Perawat berperan penting dalam
mengidentifikasikan masalah-masalah dan mampu mengambil keputusan secara kritis
menangani masalah tersebut serta mampu berkolaborasi dengan tim kesehatan yang
lain untuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang optimal
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa
definisi penyakit spondilitis TB?
2.
Apa
etiologi penyakit spondilitis TB?
3.
Bagaimana
prognosis spondilitis TB?
4.
Bagaimana
patofisiologi spondilitis TB?
5.
Apa
saja klasifikasi penyakit spondilitis TB?
6.
Apa
saja manifestasi klinis penyakit spondilitis TB?
7.
Apa
saja komplikasi spondilitis TB?
8.
Bagaimana
penatalaksanaan penyakit spondilitis TB?
9.
Bagaimana
asuhan keperawatan klien dengan spondilitis TB
1.3 Tujuan.
1.
mengetahui
dan memahami definisi spondilitis TB.
2.
mengetahui
dan memahami etiologi spondilitis TB.
3.
mengetahui
dan memahami prognosis spondilitis TB.
4.
mengetahui
dan memahami patofisiologi spondilitis TB.
5.
mengetahui
dan memahami klasifikasi spondilitis TB.
6.
mengetahui
dan memahami manifestasi klinis spondilitis TB.
7.
mengetahui
dan memahami komplikasi spondilitis TB.
8.
mengetahui
dan memahami penatalaksanaan spondilitis TB.
9.
mengetahui
dan memahami asuhan keperawatan klien dengan spondilitis TB.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Spondilitis TB
Spondilitis
tuberkulosa adalah infeksi tuberkulosis ekstra pulmonal yang bersifat kronis
berupa infeksi granulomatosis disebabkan oleh kuman spesifik yaitu
Mycobacterium tuberculosa yang mengenai tulang vertebra sehingga dapat
menyebabkan destruksi tulang, deformitas dan paraplegia (Tandiyo, 2010).
Tuberkulosis tulang
belakang selalu merupakan infeksi sekunder dari fokus ditempat lain dalam
tubuh. Percivall Pott (1793) yang pertama kali menulis tentang
penyakit ini dan menyatakan, bahwa terdapat hubungan antara penyakit ini dengan
deformitas tulang belakang yang terjadi, sehingga penyakit ini disebut juga
sebagai penyakit Pott. (pengantar ilmu bedah ortopedi). Spondilitis ini
paling sering ditemukan pada vertebra T8 - L3 dan paling jarang pada vertebra C1 – 2.Spondilitis
tuberkulosis biasanya mengenai korpus vertebra, tetapi jarang menyerang arkus
vertebrae.
2.2. Etiologi
Penyakit ini
disebabkan oleh karena bakteri berbentuk basil (basilus).Bakteri yang paling
sering menjadi penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis, walaupun spesies
Mycobacterium yang lainpun dapat juga bertanggung jawab sebagai penyebabnya,
seperti Mycobacterium fricanum (penyebab paling sering tuberkulosa di Afrika
Barat), bovine tubercle baccilus, ataupun non-tuberculous mycobacteria (banyak
ditemukan pada penderita HIV).Bakteri ini bersifat pleimorfik, tidak
bergerak dan tidak membentuk spora serta memiliki panjang sekitar 2-4 μm.
Mycobacterium
tuberculosis bersifat acid-fastnon-motile dan tidak dapat diwarnai dengan baik
melalui cara yang konvensional. Dipergunakan teknik Ziehl-Nielson untuk
memvisualisasikannya.Bakteri tubuh secara lambat dalam media egg-enriched
dengan periode 6-8 minggu. Produksi niasin merupakan karakteristik
Mycobacterium tuberculosis dan dapat membantu untuk membedakannnya dengan
spesies lain.
2.3. Prognosis
Spondilitis
tuberkulosa merupakan penyakit menahun dan apabila dapat sembuh secara spontan
akan memberikan cacat pembengkokan pada tulang punggung. Dengan jalan radikal
operatif, penyakit ini dapat sembuh dalam waktu singkat sekitar 6 bulan
(Tachdjian, 2005).
Prognosis dari spondilitis tuberkulosa bergantung dari
cepatnya dilakukan terapi dan ada tidaknya komplikasi neurologis. Diagnosis sedini mungkin dan pengobatan
yang tepat, prognosisnya baik walaupun tanpa operasi. Penyakit dapat kambuh
apabila pengobatan tidak teratur atau tidak dilanjutkan setelah beberapa saat
karena terjadi resistensi terhadap pengobatan (Lindsay, 2008).
2.4. Patofisiologi
Basil TB masuk ke dalam tubuh sebagian besar melalui
traktus respiratorius. Penyebaran terjadi secara hematogen,
bakteri berkembang biak umumnya di tempat aliran darah yg menyebabkan
bakteri berkumpul banyak (ujung pembuluh). Terutama di tulang belakang, di
sekitar tulang thorakal (dada) dan lumbal (pinggang) kuman
bersarang. Penyakit ini pada umumnya mengenai lebih dari satu vertebra.
Infeksi berawal dari bagian sentral, bagian depan, atau daerah epifisial korpus
vertebra. Kemudian terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis
dan perlunakan korpus.Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifise,
discus intervertebralis dan vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian depan
korpus ini akan menyebabkan terjadinya kifosis yang dikenal sebagai gibbus.
Berbeda dengan infeksi lain yang cenderung menetap pada vertebra yang
bersangkutan, tuberkulosis akan terus menghancurkan vertebra di dekatnya.
Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum, leukosit,
kaseosa, tulang yang fibrosis serta basil tuberkulosa) menyebar ke depan, di
bawah ligamentum longitudinal anterior dan mendesak aliran darah vertebra di
dekatnya. Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi ke berbagai
arah di sepanjang garis ligament yang lemah (Alfarisi, 2011). Pada daerah
servikal, eksudat terkumpul di belakang fasia paravertebralis dan menyebar ke
lateral di belakang muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat dapat mengalami protrusi
ke depan dan menonjol ke dalam faring yang dikenal sebagai abses faringeal.
Abses dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea, esophagus, atau
kavum pleura. Abses pada vertebra torakalis biasanya tetap tinggal pada daerah
toraks setempat menempati daerah paravertebral, berbentuk massa yang menonjol
dan fusiform. Abses pada daerah ini dapat menekan medulla spinalis sehingga
timbul paraplegia.Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk mengikuti
muskulus psoas dan muncul di bawah ligamentum inguinal pada bagian medial paha.
Eksudat juga dapat menyebar ke daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti
pembuluh darah femoralis pada trigonum skarpei atau regio glutea (Qittun,
2008).
2.5. Klasifikasi
v Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra
dikenal empat bentuk spondilitis:
·
Peridiskal
/ paradiskal
Infeksi pada daerah
yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise di bawah ligamentum
longitudinal anterior / area subkondral).Banyak ditemukan pada orang
dewasa.Dapat menimbulkan kompresi, iskemia dan nekrosis diskus.Terbanyak
ditemukan di regio lumbal.
·
Sentral
Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra,
terisolasi sehingga disalahartikan sebagai tumor. Sering terjadi pada
anak-anak. Keadaan ini sering menimbulkan kolaps vertebra lebih dini
dibandingkan dengan tipe lain sehingga menghasilkan deformitas spinal yang
lebih hebat. Dapat terjadi kompresi yang bersifat spontan atau akibat
trauma.Terbanyak di temukan di regio torakal.
·
Anterior
Pola ini diduga
disebabkan karena adanya pulsasi aortik yang ditransmisikan melalui abses
prevertebral dibawah ligamentum longitudinal anterior atau karena adanya
perubahan lokal dari suplai darah vertebral.
·
Bentuk
atipikal
Dikatakan atipikal
karena terlalu tersebar luas dan fokus primernya tidak dapat
diidentifikasikan.Termasuk didalamnya adalah tuberkulosa spinal dengan
keterlibatan lengkung syaraf saja dan granuloma yang terjadi di canalis
spinalis tanpa keterlibatan tulang (tuberkuloma), lesi di pedikel, lamina,
prosesus transversus dan spinosus, serta lesi artikuler yang berada di sendi
intervertebral posterior.
v perjalanan penyakit spondilitis TB ada lima stadium
menurut kumar, yaitu :
1. Stadium implantasi
Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya
tahan tubuh penderita menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk oloni yang
berlangsung selama 6 – 8 minggu. Kedaan ini umumnya terjadi pada daerah
paradiskus dan pada anak – anak umumnya pada daerah sentral vertebrata.
2. Stadium destruksi awal
Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjai
destruksi korpus vertebra serta penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini
berlangsung selama 3 – 6 minggu.
3. Stadium destruksi lanjut
Pada stadium ini terjadi destruksi yang masih, kolaps
vertebra yang terbentuk masa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses
dingin), yang terjadi 2-3 bulan setelah stadium destruksi awal.Selanjutnya
dapat berebentuk sekuestrum serta kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat
ini terbentuk tulang baji terutama disebelah depan (wedging
anterior) akibat kerusakan korpus vertebra, yang menyebabkan terjadinya kifosis
atau gibus
4. Stadium gangguan neurologis
Gangguan neurologis
tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi, tetapi terutama
ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis.Gangguan ini ditemukan 10%
dari seluruh komplikasi spondilitis tuberkulosa.Vertebra torakalis mempunyai
kanalis spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah
terjadi pada daerah ini.
5. Stadium deformitas residual
Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah
stadium implantasi. Kifosis atau gibbus bersifat permanen karena kerusakan
vertebra yang masif di depan (Savant, 2007).
2.6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis lainnya pada spondilitis TB yaitu:
a. Suhu
subfebril terutama pada malam hari dan sakit (kaku) pada punggung. Pada anak-anak sering
disertai dengan menangis pada malam hari.
b. Pada
awal dijumpai nyeri interkostal, nyeri
yang menjalar dari tulang belakang ke garis tengah atas dada melalui ruang
interkostal. Hal ini disebabkan oleh tertekannya radiks
dorsalis di tingkat torakal.
c. Nyeri
spinal menetap dan terbatasnya
pergerakan spinal
d. Deformitas pada punggung (gibbus)
e. Pembengkakan setempat (abses)
f. Adanya proses tbc
-
Kelainan neurologis yang terjadi pada 50 % kasus spondilitis
tuberkulosa termasuk akibat penekanan medulla spinalis yang
menyebabkan:
-
Paraplegia, paraparesis, atau nyeri radix
saraf akibat penekanan medula spinalis yang menyebabkan kekakuan pada
gerakan berjalan dan nyeri.
-
Gambaran paraplegia inferior kedua tungkai
dan adanya batas defisit
sensorik setinggi tempat gibbus
atau lokalisasi nyeri interkostal.
2.7. pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada spondilitis tuberkulosa
yaitu:
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap didapatkan leukositosis dan LED meningkat.
b. Uji
mantoux positif tuberkulosis.
c.
Uji kultur biakan bakteri dan BTA ditemukan Mycobacterium.
d.
Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar
limfe regional.
e.
Pemeriksaan hispatologis ditemukan tuberkel.
f.
Pungsi
lumbal didapati tekanan cairan serebrospinalis rendah.
g.
Peningkatan CRP (C-Reaktif Protein).
h.
Pemeriksaan serologi dengan deteksi antibodi spesifik
dalam sirkulasi.
i.
Pemeriksaan ELISA (Enzyme-Linked
Immunoadsorbent Assay) tetapimenghasilkan negatif palsu pada penderita dengan alergi.
j.
Identifikasi PCR (Polymerase Chain Reaction)
meliputi denaturasi DNAkuman tuberkulosis melekatkan nukleotida tertentu pada fragmen DNA danamplifikasi menggunakan DNA
polimerase sampai
terbentuk rantai DNA utuh yang diidentifikasi dengan gel.
2. Pemeriksaan radiologis
a.
Foto toraks atau X-ray untuk melihat adanya tuberculosis pada paru. Abses
dingin tampak sebagai suatu bayangan
yang berbentuk spindle.
b.
Pemeriksaan foto dengan zat kontras.
c.
Foto polos vertebra ditemukan osteoporosis, destruksi korpusvertebra, dan mungkin ditemukan
adanya massa abses paravertebral.
d.
Pemeriksaan mielografi.
e.
CT scan memberi gambaran
tulang secara lebih detail
dari lesi
irreguler, skelerosis, kolaps diskus, dan gangguan sirkumferensi tulang.
irreguler, skelerosis, kolaps diskus, dan gangguan sirkumferensi tulang.
f.
MRI mengevaluasi
infeksi diskus intervertebralis dan osteomielitis tulang belakang serta menunjukkan adanya penekanan
saraf (Lauerman,
2.8.
Penatalaksanaan
1. Terapi Konservatif
a.
Berupa
istirahat di tempat tidur untuk mencegah paraplegia dan pemberian
tuberkulostatik.
b.
Dengan
memberikan corset yang mencegah gerak vertebrae/membatasi gerak vertebrae.
Corset tadi dapat dibikin dari gips, dari kulit/plastik, dengan corset tadi
pasien dapat duduk/berjalan sehingga tidak memerlukan perawatan di rumah sakit
namun tetap di kontrol.
2.Terapi Operatif
a.
Bedah
Kostotransversektomi yang dilakukan berupa debrideman dan penggantian korpus
vertebra yang rusak dengan tulang spongiosa / kortikospongiosa.
b.
Operasi
kifosis dilakukan apabila terjadi deformitas hebat. Kifosis bertendensi untuk
bertambah berat, terutama pada anak. Tindakan operatif berupa fusi posterior
atau operasi radikal (Graham, 2007).
2.9.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh spondilitis
tuberkulosa yaitu:
1. Pott’s paraplegia
a. Muncul pada stadium awal disebabkan tekanan ekstradural
oleh pus maupun sequester atau invasi jaringan granulasi pada medula spinalis.
Paraplegia ini membutuhkan tindakan operatif dengan cara dekompresi medula
spinalis dan saraf.
b. Muncul pada stadium lanjut disebabkan oleh terbentuknya
fibrosis dari jaringan granulasi atau perlekatan tulang (ankilosing) di atas
kanalis spinalis.
2. Ruptur abses paravertebra
a. Pada vertebra torakal maka nanah akan turun ke dalam
pleura sehingga menyebabkan empiema tuberkulosis.
b. Pada vertebra lumbal maka nanah akan turun ke otot
iliopsoas membentuk psoas abses yang merupakan cold absces (Lindsay,
2008).
3.Cedera corda spinalis (spinal cord injury).
Dapat terjadi karena
adanya tekanan ekstradural sekunder karena pus tuberkulosa, sekuestra tulang,
sekuester dari diskus intervertebralis (contoh : Pott’s paraplegia – prognosa
baik) atau dapat juga langsung karena keterlibatan korda spinalis oleh jaringan
granulasi tuberkulosa (contoh : menigomyelitis – prognosa buruk). Jika cepat
diterapi sering berespon baik (berbeda dengan kondisi paralisis pada tumor).MRI
dan mielografi dapat membantu membedakan paraplegi karena tekanan atau karena
invasi dura dan corda spinalis.
Gambaran
kliniks Spondilitis
tuberkulosa :
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1.Pengkajian.
identitas klien
identitas klien
Nama
:
Umur
:
jenis kelamin
:
status perkawinan :
agama
:
suku bangsa
:
pendidikan
:
alamat
:
tanggal/jam MRS :
diagnosa medis
:
2.
Riwayat penyakit sekarang :
Keluhan
utama pada klien Spodilitis tuberkulosa terdapat nyeri pada punggung bagian
bawah, sehingga mendorong klien berobat kerumah sakit. Pada awal dapat dijumpai
nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut. Nyeri dirasakan meningkat
pada malam hari dan bertambah berat terutama pada saat pergerakan tulang
belakang.
3.
Riwayat penyakit dahulu
Tentang
terjadinya penyakit Spondilitis tuberkulosa biasanya pada klien di dahului
dengan adanya riwayat pernah menderita penyakittuberkulosis.
4. Riwayat kesehatan keluarga.
Pada
klien dengan penyakit Spondilitis tuberkulosa salah satu penyebab timbulnya
adalah klien pernah atau masih kontak dengan penderita lain yang menderita
penyakit tuberkulosis atau pada lingkungan keluarga ada yang menderita penyakit
menular tersebut.
5. Riwayat psikososial
Klien
akan merasa cemas terhadap penyakit yang di derita, sehingga kan kelihatan
sedih, dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit, pengobatan dan perawatan terhadapnya
maka penderita akan merasa takut dan bertambah cemas sehingga emosinya akan
tidak stabil dan mempengaruhi sosialisai penderita.
6) Pola - pola fungsi kesehatan :
a.
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.
Adanya tindakan
medis serta perawatan di rumah sakit akan mempengaruhi persepsi klien tentang
kebiasaan merawat diri , yang dikarenakan tidak semua klien mengerti benar
perjalanan penyakitnya.Sehingga menimbulkan salah persepsi dalam pemeliharaan
kesehatan. Dan juga kemungkinan terdapatnya riwayat tentang keadaan perumahan,
gizi dan tingkat ekonomi klien yang mempengaruhi keadaan kesehatan klien.
b. Pola nutrisi dan
metabolisme.
Akibat dari proses penyakitnya klien
merasakan tubuhnya menjadilemahdan amnesia. Sedangkan kebutuhan metabolisme
tubuh semakin meningkat, sehingga klien akan mengalami gangguan pada status
nutrisinya.
c. Pola eliminasi
Klien
akan mengalami perubahan dalam cara eliminasi yang semula bisa ke kamar mandi,
karena lemah dan nyeri pada punggung serta dengan adanya penata laksanaan
perawatan imobilisasi, sehingga kalau mau BAB dan BAK harus ditempat tidur
dengan suatu alat.
4.
Pola aktivitas.
Sehubungan dengan adanya kelemahan fisik dan nyeri pada punggung
serta penatalaksanaan perawatan imobilisasi akan menyebabkan klien membatasi
aktivitas fisik dan berkurangnya kemampuan dalam melaksanakan aktivitas fisik
tersebut.
e. Pola tidur dan
istirahat.
Adanya
nyeri pada punggung dan perubahan lingkungan atau dampak hospitalisasi akan
menyebabkan masalah dalam pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat.
f. Pola hubungan dan peran.
f. Pola hubungan dan peran.
Sejak
sakit dan masuk rumah sakit klien mengalami perubahan peran atau tidak mampu
menjalani peran sebagai mana mestinya, baik itu peran dalam keluarga ataupun
masyarakat. Hal tersebut berdampak terganggunya hubungan interpersonal.
g. Pola persepsi dan
konsep diri.
Klien dengan Spondilitis tuberkulosa
seringkali merasa malu terhadap bentuk tubuhnya dan kadang - kadang mengisolasi
diri.
H.Pola sensori dan kognitif.
Fungsi panca indera klien tidak mengalami gangguan terkecuali bila terjadi komplikasi paraplegi.
Fungsi panca indera klien tidak mengalami gangguan terkecuali bila terjadi komplikasi paraplegi.
i. Pola reproduksi seksual.
Kebutuhan
seksual klien dalam hal melakukan hubungan badan akan terganggu untuk sementara
waktu, karena di rumah sakit. Tetapi dalam hal curahan kasih sayang dan
perhatian dari pasangan hidupnya melalui cara merawat sehari - hari tidak
terganggu atau dapat dilaksanakan.
j. Pola penaggulangan stres.
Dalam
penanggulangan stres bagi klien yang belum mengerti penyakitnya akan mengalami stres. Untuk mengatasi rasa
cemas yang menimbulkan rasa stres, klien akan bertanya - tanya tentang
penyakitnya untuk mengurangi stres.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan.
Pada klien yang dalam kehidupan sehari - hari selalu taat menjalankan ibadah, maka semasa dia sakit ia akan menjalankan ibadah pula sesuai dengan kemampuannya. Dalam hal ini ibadah bagi mereka di jalankan pula sebagai penaggulangan stres dengan percaya pada tuhannya.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan.
Pada klien yang dalam kehidupan sehari - hari selalu taat menjalankan ibadah, maka semasa dia sakit ia akan menjalankan ibadah pula sesuai dengan kemampuannya. Dalam hal ini ibadah bagi mereka di jalankan pula sebagai penaggulangan stres dengan percaya pada tuhannya.
7) Pemeriksaan fisik.
·
Inspeksi : Pada klien dengan Spondilitis tuberkulosa kelihatan
lemah, pucat, dan pada tulang belakang terlihat bentuk kiposis.
·
Palpasi : Sesuai dengan yang terlihat pada inspeksi keadaan
tulang belakang terdapat adanya gibus pada area tulang yang mengalami infeksi.
·
Perkusi : Pada tulang belakang yang mengalami infeksi terdapat
nyeri ketok.
·
Auskultasi : Pada pemeriksaan auskultasi keadaan paru tidak di
temukan kelainan.
8) Hasil pemeriksaan medik dan laboratorium.
a. Radiologi
a. Radiologi
-
Terlihat gambaran distruksi vertebra terutama bagian anterior,
sangat jarang menyerang area posterior.
-
Terdapat penyempitan diskus.
-
Gambaran abses para vertebral ( fusi form ).
b.
Laboratorium
- Laju endap darah
meningkat
c. Tes tuberkulin.
c. Tes tuberkulin.
Reaksi tuberkulin biasanya positif.
Analisis data
Analisis data
No.
|
Data
|
Etoilogi
|
Masalah
|
1.
|
Ds : nyeri pada punggung
bagian bawah,
Nyeri dirasakan
meningkat pada malam hari dan bertambah berat terutama pada saat pergerakan
tulang belakang.
DO :Suhu
subfebril,
Uji
mantoux positiftuberkulosis.
Uji kultur biakan bakteridan BTA ditemukan Mycobacterium.
|
Infeksi vertebra T8 - L3
|
Nyeri akut
|
2.
3
|
Ds : Deformitaspadapunggung (gibbus)
Do :, Foto
polos vertebra ditemukan osteoporosis, destruksi korpusvertebra, dan
ditemukan adanya massa
abses paravertebral..
Ds: pembengkokanpadatulangpunggung
Do : Foto toraks atau X-ray
Foto polos vertebra
ditemukan osteoporosis
|
Lesi.irreguler, skelerosis, kolaps diskus, dan gangguan
sirkumferensi tulang.
kolaps vertebra yang terbentuk masakaseosa serta pus
yang berbentuk cold abses
kerusakan diskus intervertebralis
kerusakankorpus
vertebra, yang menyebabkanterjadinyakifosisataugibus.
|
hambatan
mobilitas fisik
Gangguan citra tubuh
|
3.
Diagnosa Keperawatan
A. Nyeri akut b.d infeksi Spondilitistuberkulosa
B.
hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
muskuloskeletal dan nyeri
C.
Gangguan citra tubuh
Berhubungan dengan gangguan struktur tubuh.
Intervensi Keperawatan
1.
Nyeri akut b.d infeksi Spondilitistuberkulosa
No.
|
Diagnosa
|
Tujuan
|
Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Nyeri akut b.d infeksi Spondilitistuberkulosa
|
Dalam waktu 2x24 jam setelah diberikan tindakan keperawatan
pasien mengatakan nyerinya berkurang.
|
a. Secara subyektif pernyataan nyeri berkurang atau teradaptasi
b. Skala nyeri berkurang
c. TTV dalam batas normal dan pasien terlihat tenang.
|
1. Observasi karakteristik nyeri
mulai dari penyebab, lokasi, skala dan waktu.
2.
Berikan posisi fowler.
3. Berikan kompres hangat pada area nyeri.
4. Ajarkan tehnik relaksasi distraksi
5. Lakukan kolaborasi pemberian analgesik.
|
1. Membantu membedakan penyebab nyeri dan
memberikan informasi
tentang kemajuan/ perbaikan penyakit,
terjadinya komplikasi dan keefiktifan
intervensi
2.
Posisi fowler menurunkan tekanan pada daerah vetebra tulang belakang
3.
Efek dilatasi pembuluh darah
memberikan respon spasme otot menurun sehingga nyeri berkurang.
4.
Pengalihan perhatian akan mengurangi nyeri yang dirasakan.
5.
Analgesik akan memblok lintasan nyeri sehingga nyeri berkurang.
|
2. hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal dan nyeri
No.
|
Diagnosa
|
Tujuan
|
Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
hambatan mobilitas fisik.berhubungan
dengan kerusakan muskuloskeletal dan nyeri
|
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam klien dapat menunjukan cara
melakukan mobilisasi secara optimal sesuai dengan kondisis daerah
spondilitis.
|
Kriteria Hasil : Klien mampu melakukan aktivitas mobilisasi
,kemampuan, klien terhindar dari cidera, nyeri berkurang.
|
Intervensi:
1)
Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, lamanya, dan intensitas (skala 0 ±
10). Perhatikan petunjuk verbal dan non-verbal.
2)
Berikan alternatif tindakan kenyamanan (massage, perubahan posisi).
.
3)
Dorong penggunaan teknik manajemen stress, contohnya relaksasi progresif,
latihan nafas dalam, imajinasi visualisasi dan sentuhan terapeutik.
5)
Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam melakukan mobilisasi.
7)
Atur posisi fisiologis, meliputi :
a.
Kaji kesejajaran dan tingkat keyamanan selama klien berbaring sesuai dengan
daerah spondilitis.
b.
Atur posisi telentang dan letakkan gulungan handuk / bantal di daerah bagian
bawah punggung yang sakit dengan menjaga komdisi kurvatura tulanga belakang
dalam kondisi optimal.
C.Sokong kaki bawah yang
mengalami paraplegia dengan bantal dengan posisi jari-jari kai mengahadap
langit.
8)
Lakukan latihan ROM
9)
Ajak klien untuk berfikir positif terhadap kelemahan yang dimilikinya. Berika
klien motivasi dan izinkan klien melakukan tugas, beri umpan balik positif
atas usahanya.
10) Kolaborasi pemberian
OAT
11) Tindakan operatif
|
Rasional: Membantu dalam mengidentifikasi derajat
ketidaknyamanan dan kebutuhan untuk /keefektifan analgesic
.Rasional: Meningkatkan sirkulasi umum menurunkan area tekanan
lokal dan kelelahan otot
Rasional: Diberikan untuk megalihkan atau mengurangi nyeri
Rasional : membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan
kebutuhan individual
Rasional : memberikan data dasar
tentang kesejajaran tubuh dan kenyamanan klien untuk perencanaan selanjutnya.
Rasional:
mengurangi kemungkinan stimulus nyeri, kontraktur sendi, dan
kemungkinan untuk pergerakan optimal pada ekstremitas atas
Rasional : posisi optimal untuk
mencegah footdrop yang sering terjadi akibat kondisi kaki yang jatuh
(posisi ekstensi) terlalu lama di tempat tidur. Adanya bantal akan mencegah
terjadinya rotasi luar kaki dan mengurangi tekanan pada jari-jari kaki.
Rasional : latihan yang efektif
dan berkesinambungan akan mencegah terjadinya kontraktur sendi dan atrofi
otot yang sering terjadi pada klien spondilitis TB.
Rasional : klien memerlukan
empati, tetapi perawata perlu mengetahui perawatan yang konsisten dalam
menganani klien, dan menganjurkan klien untuk terus mecoba.
Rasional : pemberian regimen OAT
(Obat Anti Tuberkulosis) sesuai panduan akan mengatasi masalah utama pada
klien spondilitis.
Rasional : memberikan stabiltas
pada tulang belakang dengan tindakan pembedahan, yaitu pendekatan anterior
dengan debridement, eksisi dan fusi anterior, serta pendekatan posterior
dilakukan dengan dekompresi dan stabilisasi dengan pemasangan PSSW (Pedicle
Screw And Sublaminary Wire Plate)
|
No.
|
Diagnosa
|
Tujuan
|
Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Gangguan citra tubuh
|
Klien dapa mengekspresikan perasaannya dan dapat menggunakan
koping yang adaptif.
|
Klien dapat mengungkapkan perasaan / perhatian dan menggunakan
keterampilan koping yang positif dalam mengatasi perubahan citra.tubuh |
a. Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan. Perawat
harus mendengarkan dengan penuh perhatian. b. Bersama – sama klien mencari alternatif koping yang positif. c. Kembangkan komunikasi dan bina hubungan antara klien keluarga dan teman serta berikan aktivitas rekreasi dan permainan guna mengatasi perubahan body image. |
a. meningkatkan harga diri klien dan membina hubungan saling percaya dan
dengan ungkapan perasaan dapat membantu penerimaan diri. b. Dukungan perawat pada klien dapat meningkatkan rasa percaya diri klien. c. Memberikan semangat bagi klien agar dapat memandang dirinya secara positif |
Daftar Pustaka
Syaifuddin.2009.Anatomi dan
Fisiologi Tubuh Manusia untuk
Mahasiswa Keperawatan. Jakarta:EGC.
Nanda. (2012) Nursing Diagnoses: Definitions and
Classification (NANDA) 2012-2014.
Willey-Blackwell.
Bulechek,Gloria M.. (et al.).2008. Nursing
Intervention Classification (NIC) 6thedition. Elsevier.
Moorhead, sue.2008.Nursing outcome Classification
(NOC) 5th edition.Elsevier.
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351541-PR-Marhamatunnisa.pdf
kasus spondilitis TB pdf.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28161/5/Chapter%20I.pdf.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar